|
John Ferry SH Penasehat Hukum AB |
BATAM I EXPOSSIDIK.COM - Terkait adanya kekerasan terhadap anak oleh ibu angkat dan tidak diperbolehkannya anak tersebut diambil oleh orang tuanya yang saat ini dititipkan di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Bunga Rampai Nongsa membuat John Ferry Situmeang SH dari LHB Mawar Saron Batam angkat bicara.
Menurut John Ferry Situmeang SH, korban adalah seorang anak yang berumur 9 tahun dan berinisial AB diduga telah mendapat kekerasan dari ibu angkat yang mengasuhnya selama 2 tahun terakhir ini.
Seiring dengan berjalannya waktu, terangnya, begitu banyaknya juga pemberitaan yang memojokkan kliennya dan terabaikannya hak-hak anak kliennya karena proses hukum.
Karena itu, selaku penasehat hukum, dia merasa perlu untuk memberikan suatu pernyataan guna meluruskan pandangan publik. "Yang menurut kami, oleh pihak-pihak tertentu telah diarahkan untuk memojokkan klien kami," terangnya pada pers rilis (20/8).
"Kami berharap, rekan-rekan pers dapat membantu penyebaran release kami ini guna pemberitaan yang aktual, berimbang dan terpecaya," pintanya.
Berawal dari Mega Hartatik selaku ibu kandung dari AB yang saat ini menginjak usia 9 tahun, yang hidup dalam garis kemiskinan di Kota Lampung.
Pada tahun 2014, Mega dihadapkan pada situasi yang sangat sulit, sedang mengandung anak ketiga dan anak pertamanya, AB, butuh biaya untuk melanjutkan sekolah, yang pada saat itu duduk di bangku sekolah kelas 3 SD.
Mega tidak ingin AB putus sekolah karena kemiskinannya. AB di mata Mega begitu cerdas, masih berusia 7 tahun waktu itu, AB sudah duduk di bangku kelas 3 SD.
Lalu ada mertua Mega yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Kota Batam yang memberitahu kepada Mega, kalau di Kota Batam ada seorang ibu yang bernama Yanti menyatakan kesediaannya untuk menyekolah AB dan merawat AB dengan baik.
Kabar tersebut-pun memberikan secercah harapan bagi Mega bahwa AB tidak akan putus sekolah, mengingat Yanti adalah orang dikenalkan oleh ibu mertuanya.
Tanpa berpikir panjang, Mega yang tidak mengerti hukum, tidak berpikir bagaimana caranya untuk memberikan anak untuk diasuh orang lain.
Pada saat dihubungi Yanti, Mega diminta untuk mengantarkan AB ke Jakarta, karena dia sedang ada kegiatan di Jakarta. Namun Mega menjawab kalau dia tidak memiliki cukup uang untuk biaya berangkat ke Jakarta dan pulang kembali ke Lampung.
Mendengar hal itu, Yanti menjanjikan kepada Mega, kalau ongkos-ongkos yang akan dikeluarkan Mega akan diganti. Selanjutnya, Mega beserta suaminya membawa AB ke Jakarta dan bertemu dengan Yanti.
Kemudian, Yanti-pun menetapi janjinya dan memberikan biaya perongkosan sebesar Rp5 juta dan Mega beserta suaminya menitipkan AB kepada Yanti agar disekolahkan dan dirawat dengan baik.
Namun alangkah terkejutnya Mega, pada sekitar akhir bulan Juli 2016, dia dihubungi oleh Yanti yang mengatakan bahwa AB diambil oleh Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kepri dari sekolah karena dituduh Yanti telah melakukan kekerasan terhadap AB.
Mendengar kabar tersebut, karena kasih sayangnya terhadap AB, Mega-pun datang ke Kota Batam. Sesampainya di Kota Batam, Mega mencoba menghubungi pihak KPPAD Kepri.
Setelah beberapa hari di Kota Batam, tepatnya tanggal 02 Agustus 2016, akhirnya Mega-pun dapat bertemu dengan AB, itupun di Kantor Polisi Sektor Batu Aji, pada saat AB akan dimintai keterangannya oleh Polisi.
Karena kasih sayangnya kepada putrinya, Mega meminta kepada KPPAD Kepri, yang waktu itu, AB didampingi oleh bapak Eri, supaya bisa dibawa pulang dan di sekolahkan di kampung saja, namun tidak diizinkan karena menunggu proses hukum.
Sampai sekarang Mega masih tinggal di RPSA menjaga anaknya sekaligus berusaha meyakinkan anak kesayangannya itu, kalau mereka akan segera pulang. Dimana, AB selalu menangis dan mengeluh ingin segera pulang bersama ibunya agar segera dapat bersekolah lagi.
Lebih terkejut lagi adalah bahwa KPPAD Kepri juga melaporkan Mega selaku orang tua AB ke Kepolisian Resor Kota Barelang dengan tuduhan melakukan penelantaran dan penjualan anaknya sendiri.
Sungguh sedih mendengar kenyataan tersebut, seakan sudah jatuh tertimpa tangga pula. Karenanya, Pihak LBH Mawar Saron Batam berharap kepada pemerhati anak, baik instansi negara maupun swasta dapat terlibat menyelesaikan permasalahan ini demi kebaikan terbaik bagi AB selaku anak bangsa, harapnya.
[Ag/Sidik]