|
Potret pengerjaan pengerasan lahan bandara Abdul Haris Nasution, Bukit Malintang, Madina tengah berlangsung (Foto: Ist) |
MANDAILING NATAL | EXPOSSIDIK.COM: Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) mengatur ketentuan pidana untuk kegiatan penambangan yang tak sesuai ketentuan.
Dalam Undang-Undang Minerba yang sebelumnya mengatur ketentuan pidana kegiatan pertambangan ilegal atau tanpa izin dikenakan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar telah diubah menjadi pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Kendati demikian, dengan tegas sanksi pidana yang ditujukan baik perusahaan maupun perseorangan yang melanggar Undang-Undang Minerba tersebut, masih marak perusahaan tambang dan perseorangan yang belum atau tidak memiliki izin melakukan ativitas tambang secara ilegal.
Seperti halnya di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), diduga beberapa perusahaan melakukan penambangan ilegal atau belum memenuhi izin dari pemerintah. Salah satunya aktivitas tambang galian c bermoduskan cut and fill yang berada di area pembangunan Bandar Abdul Haris Nasution, Bukit Malintang, Madina.
Informasi yang dihimpun, tambang galian c bermodus cut and fill diduga tak memiliki izin tersebut dilakukan untuk pematangan lahan bandara seluas 150 hektar dan panjang landasan mencapai sekitar 3000 meter. Dan pematangan lahan tersebut dikabarkan dilakukan oleh PT Pilar Indo Sarana selaku kontraktor pelaksana pengerasan lahan bandara.
Menurut sumber yang enggan disebut namanya mengatakan, selama pengerjaan proyek pengerasan landasan tersebut belum pernah melihat bahan utama berupa tanah timbun masuk kedalam area proyek tersebut. Sementara kebutuhan tanah timbunan untuk pengerasan landasan tersebut sangat tinggi hingga mencapai jutaan kubikasi.
"Sejak dimulai pengerjaan itu, belum pernah ada tanah timbun masuk ke lokasi proyek oleh pihak kontraktor,” kata nara sumber dengan nada heran yang merupakan warga Desa Sidojadi, Kecamatan Bukit Malintang.
Menanggapi hal itu, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Tameng Perjuangan Rakyat Anti Korupsi (TAMPERAK) Kabupaten Mandailing Natal (Madina), M. Yakub Lubis menuturkan, kuat dugaan terindikasi korupsi dan kolusi antara pihak kontraktor dengan pemerintah.
“Jika hal itu benar, pihak kontraktor menggunakan tanah timbunan dari hasil gali uruk di area proyek, kuat dugaan telah terjadi kongkalikong antara kedua belah pihak. Bisa dikatakan ada aktivitas tambang galian c dengan modus cut and fill,” ungkap Jambang sapaan akrab M. Yakub Lubis, Rabu (1/12/2021).
Dikatakan Jambang, apabila pihak kontraktor benar memanfaatkan tanah timbun secara gratis dan hanya bermodalkan alat berat dari hasil cut and fill. Diduga telah terjadi penggelapan anggaran pembelian bahan material yang seharusnya dibelanjakan di perusahaan tambang galian c yang memiliki izin.
“Tidak dibenarkan menggunakan bahan material dari sekitar lokasi proyek untuk pengerasan landasan bandar udara tersebut. Sebab kita ketahui, pengerasan landasan sepanjang 360 meter saja menelan biaya sebesar Rp38 miliar lebih dari APBN,” beber Jambang.
Lebih lanjut, Jambang menegaskan, akan melakukan investigasi dan menganalisa lebih dalam terkait info adanya dugaan galian c bermoduskan cut and fill di area proyek pengerjaan bandar udara Abdul Haris Nasution. Pihaknya akan melaporkan tindakan tersebut kepada penegak hukum apabila ditemukan kejanggalan dan kelalaian sejumlah oknum.
“Hal ini terkesan ajang korupsi bagi sejumlah oknum dan berdampak bagi pendapatan daerah jika terbukti kegiatan tersebut tanpa izin yakni terhindar dari pajak,” pungkasnya.
Sebab, beber Jambang lagi, pihaknya juga telah menerima pengaduan dari sejumlah warga sekitar Desa Sidojadi bahwa dampak dari aktivitas cut and fill yang diduga tanpa izin itu, apabila terjadi hujan lebat akan mengakibatkan banjir ke pemukiman warga.
Sebelumnya, Proyek Manager PT Pilar Indo Sarana, Okta ketika dikonfirmasi melalui pesan aplikasi terkait benar atau tidaknya aktivitas tambang galian c atau cut and fill yang diduga tidak memiliki izin. Ia menyarankan agar melakukan konfirmasi ke pemilik pekerjaan yakni pihak Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
"Silahkan Bapak konfirmasi ke pemilik pekerjaan dalam hal ini Kementerian Perhubungan Cq Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Cq Direktur Bandar Udara Cq Kepala Unit Pengelola Bandar Udara Aek Godang Cq Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan,” balas Okta kepada wartawan, Selasa, 30 November 2021.
Ia mengatakan dirinya tidak berkompeten untuk memberikan keterangan, sebab menurut kontraknya dengan negara, dirincikannya hanya ada kontrak kerja, gambar rencana dan spesifikasi teknik.
Lalu, guna mendapatkan informasi yang akurat, awak media mencoba menemui Kepala Unit Bandar Udara Aek Godang yang juga merangkap Pejabat Pelaksana Teknis kegiatan, Yoga Kumala, ST di kantornya, saat itu sedang tidak berada di tempat.
“Sedang tidak ditempat bang, lagi di Jakarta,” sebut salah seorang petugas keamanan Bandar Udara Aek Godang. (Patar)