Ketua Koordinator Aliansi Wartawan Pemantau Polisi dan Jaksa (AWP2J) Provinsi Sumatera Utara, Erijon DTT. (Foto: Dok expossidik.com)

PADANG SIDEMPUAN | EXPOSSIDIK.COM: Terdakwa kasus pemalsuan tanda tangan oleh salah seorang oknum ASN di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Siti Kholijah Nasution hingga saat ini masih bebas berkeliaran.

Meski pada saat proses hukum dari status tersangka hingga ke status terdakwa serta ditetapkan sebagai tahanan kota dan sekalipun telah divonis enam bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Padangsidimpuan beberapa waktu lalu, namun oknum ASN tersebut belum dimasukkan ke dalam sel tahanan.

Padahal, terdakwa Siti Kholijah menjadi pesakitan di pengadilan setelah penegak hukum menjeratnya dengan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen yang ancaman hukumannya enam tahun penjara lalu divonis enam bulan tahanan bagai disinyalir ada indikasi main mata dengan aparat penegak hukum.

Sejak berproses hukum dari awal tahun 2019 dilaporkan hingga divonis hukuman penjara selama enam bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, bahkan si terdakwa juga sedang berproses hukum di Polres Tapsel tahap penyelidikan dengan kasus yang berbeda menjadi suatu hal yang mengherankan bagi publik.

Ketua Koordinator Aliansi Wartawan Pemantau Polisi dan Jaksa (AWP2J) Provinsi Sumatera Utara, Erijon DTT mengatakan, hal ini adalah suatu preseden buruk kinerja penegak hukum yang berpotensi menimbulkan asumsi buruk serta dapat mengurangi  kepercayaan publik pada penegakan hukum di Tanah Air jika benar atau terbukti ada dilakukan oleh oknum Aparat Penegak Hukum (APH).

"Jika benar, hal ini sangat berpotensi merusak citra lembaga penegak hukum itu sendiri yang akan berujung pada ketidakpercayaan publik pada penegak hukum," ungkap Erijon.

Erijon mengatakan, merunut perjalanan proses kasus dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen oleh salah seorang oknum ASN di pemerintahan Kabupaten Tapsel yang cukup panjang yakni hampir tiga tahun lamanya menjadi suatu tanda tanya baginya.

Menurutnya, selain pemalsuan tanda tangan juga terindikasi pemalsuan KTP yang merupakan salah satu dokumen negara, sebaiknya sejak awal proses hukum ada kesetaraan cara pandang atas suatu kejahatan di hadapan hukum.

"Jangan sampai ada dunia peradilan tidak lagi berpegang kepada norma-norma hukum  semisal dalam suatu pasal pidana pada seorang terdakwa dituntut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang mengeherankan bagi korban bahkan bagi publik. Apalagi seperti pelanggaran pasal 263 yang dilakukan oknum ASN ini, saya dengar si korban keheranan dengan tuntutan JPU hanya 6 bulan saja, padahal ancaman 6 tahun penjara," papar Erijon.

Nah, guna meminta penjelasan terkait adanya asumsi buruk dari publik soal kebijakan penegakan hukum terkhusus pada kasus pasal 263 tersebut, sejumlah wartawan dari berbagai media online dan cetak mencoba menemui Kasi Intel dan Kasi Pidum Kejari Padangsidimpuan tidak berhasil.

Lalu, para awak media berlanjut ke kantor Pengadilan Negeri Padangsidimpuan mencoba menemui ketua Pengadilan, Fauzi Isra, SH, MH melalui bagian Humasnya, Irpan Hasan Lubis, SH, MH bertanya seputar keraguan publik terkait proses hukum hingga putusan dari Pengadilan Negeri soal kasus pemalsuan tanda tangan oleh terdakwa Siti Kholijah mendapat tanggapan dari pria yang juga merupakan salah satu Hakim di Pengadilan tersebut.

Kepada wartawan, Irpan memaparkan, soal proses hukum terhadap terdakwa dimaksud telah diputuskan oleh majelis Hakim Pengadilan Negeri Padangsidimpuan dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan pada 2 November 2021 lalu.

"Namun pada tanggal 8 November nya si terdakwa mengajukan banding, sehingga kasus tersebut dialihkan ke Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan. Walaupun demikian apa yang bisa saya jelaskan dalam putusan ini akan saya sampaikan mewakili Ketua," tutur Irpan.

Nah, soal kenapa tidak dilakukan penahanan penjara, menurutnya ada beberapa pertimbangan dari majelis Hakim dari sejak proses di kepolisian hingga ke kejaksaan tidak ada melakukan penahanan penjara. Hanya sebatas tahanan kota.

"Hal itu sah secara hukum, namun untuk berikutnya apakah status si terdakwa dilanjutkan penahanan atau tidaknya, wewenang ada pada Pengadilan Tinggi," kata Irpan.

Singkatnya, untuk proses hukum atas kasus pasal 263 yang dilakukan terdakwa yang menurut Pengadilan Negeri Padangsidimpuan terbukti bersalah melakukan tindak pidana tersebut karena terdakwa menyatakan banding atas putusan tersebut, Irpan menjelaskan, demi hukum hal itu sah.

"Jika dinyatakan banding, prosesnya sekarang ada di Pengadilan Tinggi Medan, kami tidak mempunyai wewenang lagi untuk itu. Namun, misalnya jika status tahanan kota nya diperpanjang lagi oleh Pengadilan Tinggi, pihak Kejaksaan dan Pengadilan sini berhak kembali untuk melakukan pengawasan terhadap terdakwa," pungkas Irpan.

Untuk diketahui, kasus dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen ini ialah atas laporan korban, Hairum Harahap oleh perbuatan pelaku Siti Kholijah Nasution pada bulan februari tahun 2019 silam, yang disebutkan telah memalsukan tanda tangan dan KTP serta sejumlah bentuk surat lainnya atas nama korban.

Siti Kholijah dengan korban merupakan mantan suami istri, mereka resmi bercerai pada tahun 2015 tanpa dikaruniai anak. Sedangkan untuk harta gono gini, informasinya belum ada penyelesaian dan dikabarkan hingga saat ini harta mereka bersama dikelola oleh terdakwa.

Merasa dirugikan, akhirnya Hairum Harahap yang merupakan mantan suami terdakwa melaporkan kasus tersebut ke Polres Padangsidimpuan. Selain itu juga, Hairum juga melaporkan mantan istrinya itu ke Polres Tapsel dengan dugaan tindak pidana pasal 335 KUHP yang saat ini berproses di tingkat penyelidikan. (Par)