Hakim PN Tanjungpinang Percepat Persidangan Kasus MT Polan dan MT Zevs
Humas Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Isdaryanto. (Foto: Faisal/Expossidik) |
Berdasarkan situs resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Tanjungpinang, seyogyanya persidangan kedua kapal tersebut akan dilaksanakan pada hari ini, Senin (11/7/2022). Namun, faktanya sidang itu sudah dilaksanakan lebih cepat pada Jumat (8/7/2022) minggu lalu.
Adapun kasus pelanggaran pelayaran yang dilakukan oleh kapal MT Zevs dengan terdakwa Molokoedov Artem sesuai nomor: 195/Pid.B/2022/PN Tpg dan Kapal MT Polan dengan terdakwa Ricardo C. Camacho sesuai perkara nomor:194/Pid.B/2022/PN Tpg, sangat jelas terpampang di SIPP Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjungpinang Senin ini dalam agenda Pembacaan Tuntutan.
Media ini pun kemudian berusaha menggali informasi dengan cara mendatangi langsung Pengadilan Negeri Tanjungpinang yang beralamat di Jl. Raya Senggarang KM 14 No.1 Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau, Senin (11/7/2022).
Humas Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Isdaryanto saat ditemui mengatakan, persidangan di majukan ke hari Jumat (8/7/2022), dengan alasan bahwa terdakwa adalah merupakan Warga Negara Asing (WNA). Kemudian pasal yang disangkakan terhadap terdakwa merupakan pasal dengan ancaman maksimal satu tahun.
"Karena terdakwa tidak bisa dilakukan penahanan dalam prosesnya, maka kita mempercepat proses persidangannya, supaya cepat segera memperoleh kepastian hukum. Artinya prosesnya sederhana, cepat dan biaya ringan," ungkap Isdaryanto saat ditemui di PN Tanjungpinang.
Dia melanjutkan, dikarenakan keduanya warga negara asing, dan pasal yang disangkakan itu ringan kemudian Hakim memutuskan kurungan satu bulan Penjara dan Denda sebesar Rp 200 juta, subsidair 1 bulan kurungan.
Lanjutnya, Isdaryanto, yang juga sebagai Hakim Ketua dalam persidangan kasus MT Polan ini mengatakan persidangan tersebut sempat dilakukan skor sebentar. Setelah skor sidang dicabut, pihaknya kemudian melanjutkan sidang dengan agenda pembacaan Putusan.
"Hakim memutuskan kurungan Penjara 1 bulan dan Denda Rp 200 juta Subsider 1 bulan kurungan terhadap terdakwa sesuai dengan tuntutan Jaksa Arif Darmawan Wiratama. SH," imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, perkara nahkoda MT Zevs dan MT Polan diproses di PN Tanjungpinang, bermula ketika kapal asing dengan muatan cargo yang diketahui adalah Fuel Oil Low Sulfur (FO) dengan nilai triliunan Rupiah, melakukan kegiatan ship to ship transfer air bersih untuk keperluan kapal di Perairan Tanjung Berakit, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.
Sebelum kegiatan ship to ship tersebut selesai, kapal TNI AL lewat Tim VBSS KRI USH-359 langsung melakukan penegakan hukum.
Berdasarkan penelusuran, pemilik Kapal MT Zevs adalah Supra Chartering Company berkebangsaan Ukraina. Dalam kapal tersebut didapati jumlah ABK sebanyak 25 orang WNA, di antaranya 9 orang WN Russia, 2 orang WN Georgia dan 14 orang WN Ukraina. Nahkoda adalah Molokodov Artem.
Sementara, pemilik Kapal MT Polan adalah Evros Management S A, berkebangsaan Liberia. Dalam kapal tersebut didapati jumlah ABK sebanyak 28 orang WNA, di antaranya 27 orang WN Filipina dan 1 orang WN Sri Lanka. Nahkoda adalah Ricardo C Camacho.
Kemudian, penetapan tarif labuh jangkar yang tergolong PNBP itu, sesuai PP nomor 15 tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Perhubungan.
Kegiatan ilegal dari kapal-kapal asing ini dengan melakukan pemanfaatan ruang laut di Provinsi Kepulauan Riau, sangat merugikan sekali. Terdapat beberapa regulasi hukum yang telah dilanggar yakni Undang Undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran serta melanggar Pasal 47 ayat (1) jo Pasal 49 UU nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan.
Selanjutnya, menyoal putusan lembaga peradilan terhadap perkara pelayaran, khususnya kapal-kapal asing, sepertinya hukum yang diberikan tidak memberikan efek jera. Hampir sebagian besar putusan yang telah dijatuhkan oleh pengadilan, tidak memberikan hukuman penjara kepada narkoda kapal-kapal asing, melainkan hanya dijatuhi hukuman percobaan
Maka dari itu, kepada aparatur negara yang mempunyai kewenangan penindakan terhadap kapal-kapal labuh jangkar ilegal dapat menjaga marwah dan kedaulatan NKRI. Begitu juga dengan lembaga peradilan agar putusan yang dibuat menimbulkan efek jera. (Fay)