Kapal MT Polan tengah berlabuh jangkar di perairan Kepri. (Foto: Ist) 
BATAM | EXPOSSIDIK.COM: Wakil Ketua Komisi III DPRD Kepri, Nyanyang Haris Pratamura angkat bicara mengenai polemik yang terjadi terhadap 2 kapal asing yakni MT Zevs dan MT Polan.

Sebagaimana yang diketahui bahwasannya kedua kapal itu telah melakukan kegiatan Labuh Jangkar Ilegal di Perairan Tanjung Berakit, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri. Dan, saat ini kasus tersebut sedang berperkara di Pengadilan Negeri Tanjungpinang.

"Hampir tiga bulan lamanya kedua kapal asing itu berada di wilayah Indonesia tepatnya di Kepulauan Riau untuk menjalani proses hukukm," ujar Nyanyang saat ditemui di salah satu kedai kopi dibilangan Batam Center, Rabu (6/7/2022).

Dia mengatakan untuk menghindari kebocoran pendapatan Negara yang lebih banyak lagi akibat kegiatan Labuh Jangkar secara Illegal di Kepri ini, maka penegakan hukum yang kuat dan benar menjadi cara menyelamatkan Citra Negara Indonesia dimata dunia Internasional.

"Atas situasi ini Aparat Penegak Hukum dituntut untuk tetap menegakkan hukum kepada para pelanggar kedaulatan Negara, hal ini penting dilakukan untuk menjaga marwah kedaulatan Negara Republik Indonesia. Tujuannya jelas untuk menimbulkan efek jera kepada kapal-kapal asing lainnya apabila kembali melakukan pelanggaran," imbuhnya.

Dia mengatakan kasus ini bermula ketika 2 kapal asing yakni MT Zevs dan MT Polan dengan muatan Cargo yang diketahui adalah Fuel Oil Low Sulfur (FO) sebanyak 65976.898 MT melakukan kegiatan ship to ship transfer air bersih untuk keperluan kapal di Perairan Tanjung Berakit. Malangnya sebelum kegiatan ship to ship tersebut selesai TNI AL lewat Tim VBSS KRI USH-359 langsung melakukan penegakan hukum.

Kapal MT Deva. (Foto: Ist) 
Berdasarkan penelurusan diketahui bahwa pemilik Kapal MT Zevs adalah Supra Chartering Company berkebangsaan Ukraine dalam kapal tersebut didapati jumlah ABK sebanyak 25 orang WNA yang diantaranya 9 orang Warga Negara Russia , 2 orang warga negara Georgia dan 14 orang warga Negara Ukraine dan selaku Nahkoda Molokodov Artem .

Sementara pemilik Kapal MT Polan adalah Evros Management S.A. berkebangsaan Liberia, didalam kapal tersebut didapati jumlah ABK sebanyak 28 orang WNA yang diantaranya 27 orang Warga Negara Filipina dan 1 orang warga Negara Sri Lanka selaku Nahkoda Ricardo C Camacho disamping itu MT Polan juga bermuatan Low Sulfur Fuel Oil (LSFO) sebanyak 65976.898 MT yang dimiliki oleh The National Iranian Oil Company.

Saat mengkofirmasi pihak yang berwenang untuk penentuan biaya atas PNBP ke Negara terkait labuh jangkar yang dilakukan oleh kapal-kapal asing khususnya untuk Kapal MT Zevs dan Kapal MT Polan tidak ada yang memberikan jawaban.

Sementara jika melihat muatan dari salah satu kapal yang sedang terparkir yaitu MT Polan  bermuatan Cargo Fuel Oil Low Sulfur (FO) seberat 65976.898 MT yang jika diuangkan tentunya ditemukan nilai nominal yang sangat fantastis yakni dalam satuan kurs dolar USD bernilai hampir 1 Triliun Rupiah.

Sebagaimana diketahui penetapan PNPB ke Negara sendiri oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut tetap melaksanakan pengenaan tarif PNBP sesuai PP Nomor 15 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Perhubungan.

Tentunya kegiatan illegal dari kapal-kapal asing ini dengan melakukan pemanfaatan ruang laut Negara Indonesia khususnya di Provinsi Kepulauan Riau yang begitu luas dan secara terus menerus serta tidak memiliki izin lokasi untuk melakukan labuh jangkar sangat merugikan sekali  terdapat beberapa Regulasi hukum yang telah dilanggar yakni Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran serta melanggar pasal 47 ayat 1 jo pasal 49 UU No 32 tahun 2014 tentang kelautan.

Belum lagi penerapan dan pelaksanaan putusan oleh lembaga peradilan yang tidak konsisten serta tidak menimbulkan efek jera atas pelanggaran akibat labuh Jangkar secara Illegal di Provinsi Kepulauan Riau menjadi persoalan serius dan tanggung jawab bersama.

Hampir sebagian besar putusan yang telah dijatuhkan oleh Pengadilan tidak memberikan hukuman penjara kepada Narkoda kapal-kapal asing melainkan hanya dijatuhi hukuman percobaan.

Masih menurut Nyanyang, pihaknya juga akan mengagendakan untuk melakukan pemanggilan terhadap Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) tempat dimana kejadian itu berawal.

"Dikarenakan saat ini kasus tersebut masih masuk ranahnya hukum, kami akan menunggu sampai ada keputusan tetap dari pengadilan. Dan, kalau sudah selesai, kami akan memanggil pihak KSOP untuk mempertanyakan sampai dimana kewajiban yang harus dibayar oleh pemilik kapal melalui agen yang ditunjuk oleh pemilik kapal," tegasnya.

Kemudian, dalam hal ini pemerintah tidak bisa berdiri sendiri, namun ada juga mitranya yakni pengusaha-pengusaha pelayaran, yang bekerjasama dengan BUMD Badan Usaha Pelabuhan Provinsi Kepri.

"Semakin banyak kapal yang masuk keperairan kita, maka akan semakin banyak pula pemasukan untuk kas daerah. Ini berlaku untuk daerah yang telah ditentukan sebagai wilayah untuk labuh jangkar," pungkasnya. (Fay)