Puluhan masyarakat dari Pulau Kepala Jeri memperlihatkan salinan PPJB dari Notaris Soehendro Gautama. (Foto: Faisal/Expossidik) 
BATAM | EXPOSSIDIK.COM: Puluhan masyarakat dari Pulau Kepala Jeri, Kelurahan Kasu, Kecamatan Belakangpadang, kota Batam, kembali mendatangi kantor Notaris Suhendro Gautama, di Baloi Indah Kecamatan Lubuk Baja, Batam, Rabu (15/6/2022).

Sebanyak 27 Kepala Keluarga (KK) masyarakat Pulau Kepala Jeri, mewakili 40 Kepala Keluarga lainnya datang dengan menggunakan 3 mobil kendaraan angkutan umum.

Adapun tujuan kedatangan warga tersebut yakni, meminta kejelasan terkait jual beli atas lahan kebun yang dimiliki warga. Hal itu dikarenakan jual beli tersebut dilakukan kesepakatan antara penjual dan pembeli dilakukan di kantor Notaris Soehendro Gautama.

Selain terkait jual beli dari tahun 2016 hingga saat ini belum selesai, warga Pulau Kepala Jeri juga mempertanyakan sertifikat kavling mereka. Dimana, pihak pembeli meminta sertifikat kavling sebagai surat pendamping atas lahan kebun yang akan di beli oleh pihak pembeli.

Ketua RT 017 RW 05, Kelurahan Kasu, Kecamatan Belakangpadang, Agus Riyadi mengatakan, sudah lebih dari 6 tahun warga pulau jeri menunggu diselesaikannya proses jual beli lahan kebun warga, sesuai apa yang disepakati kedua belah pihak.

"Sampai saat ini warga baru menerima uang hasil penjualan lahan kebun sebanyak 80 persen dari harga jual, kami berharap agar ini dilunasi secepatnya," kata Agus Riyadi.

Dilokasi yang sama, salah seorang warga Pulau Kepala Jeri, Jumadi menambahkan, pada saat dilakukan kesepakatan jual beli, lahan yang warga jual itu adalah lahan kebun yang luasnya 1,5 hektar per Kepala Keluarga. Akan tetapi seiring waktu berjalan, pihak pembeli meminta sertifikat kavling warga yang luasnya 50 x 40 meter persegi, dengan alasan sebagai surat pendamping.

"Tadi pas saya baca satu surat di kantor ini, bahwa pembelian lahan oleh pembeli itu dijadikan satu sama kavling, nah ini kan tak benar, yang kami jual itu lahan kebun, bukan lahan kavling. Lahan kavling itu sudah sertifikat hak milik, kalau lahan kebun masih alashak suratnya," ujar Jumadi.

Satu hal yang menjadi kejanggalan bagi warga Pulau Kepala Jeri adalah, pada saat pihak pembeli datang ke pulau tersebut, mereka menjanjikan akan membuat perusahaan besar di pulau tersebut, dengan investor berasal dari Dubai.

"Katanya mereka mau buat perusahaan pengelolaan makanan halal, makanya kami senang dan rela jual lahan kebun kami, dengan harapan warga sini bisa bekerja di perusahaan itu nantinya," imbuhnya.

Terpisah, Ketua DPP LSM Combating Corruption Indonesia (LSM-CCI), Agustien Hartoyo Lumbangaol, mengatakan kedatangan kembali puluhan warga Kepala Jeri ke Kantor Notaris Soehendro Gautama adalah untuk meminta salinan akta Pengikatan Perjanjian Jual Beli (PPJB), yang sejak tahun 2016 belum pernah mereka terima.

"Hari ini sekitar 27 Kepala Keluarga mendatangi Kantor Notaris Soehendro Gautama. Warga meminta salinan akta PPJB yang sejak tahun 2016 belum mereka terima," jelasnya.

Dia mengatakan, pihaknya sebagai penerima kuasa dari warga, telah melakukan berbagai upaya hukum diantaranya, sudah mengirimkan surat ke Dirjen AHU Kementerian Hukum dan HAM pusat, dan sudah diteruskan ke Kementerian Hukum dan HAM Wilayah Kepri.

"Kami sebagai penerima kuasa, atas nama lembaga meminta kepada Notaris Soehendro Gautama untuk segera membuka hati dan menyadari kesalahan yang telah diperbuatnya sebagai seorang notaris," harapnya.

Hal itu menindaklanjuti arahan dari Kepala Ombudsman Kepri bahwasannya pihaknya bersama-sama dengan perwakilan masyarakat diminta untuk mendapatkan salinan PPJB yang telah dilakukan di Notaris Soehendro Gautama.

Salinan PPJB tersebut sangat diperlukan oleh Ombudsman Kepri, sebagai bahan untuk memberitahukan kepada Majelis Pengawas Daerah Notaris (MPDN) Provinsi Kepulauan Riau dan juga Kota Batam terkait adanya dugaan kesalahan kode etik yang dilakukan oleh notaris di Batam.

"Kami diminta Ombudsman untuk mendapatkan salinan PPJB dari Notaris Soehendro Gautama, sebagai bahan laporan mereka untuk ke MPDN, terkait adanya dugaan kesalahan kode etik yang dilakukan oleh notaris Soehendro Gautama," ujar Agustien atau biasa dia dipanggil Marbun 86.

Dalam kesempatan itu, dia meminta kepada MPD dan MPW agar lebih profesional dalam menyikapi permasalahan yang dialami oleh warga Kepala Jeri, Kelurahan Kasu, Kecamatan Belakangpadang, kota Batam.

"Kepada MPDN Batam dan juga Kepri agar lebih profesional dalam menyikapi persoalan ini. Kasihan warga, sudah 6 tahun terombang-ambing tidak ada kejelasan," tegasnya.

Sementara, pihak Notaris Soehendro Gautama yang diwakili oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Elina Kartini mengatakan, sesuai permitaan warga pihaknya sudah memberikan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) kepada masing-masing warga.

Sebab sertifikat dan PPJB itu ada di kantornya  adalah karena pihaknya yang membuat akte jual beli perjanjian jula beli tersebut, yakni berdasarkan permintaan kedua belah pihak.

"Pembelinya bukan atas nama perusahaan, namun atas nama perorangan dan sekitar 4 orang pembelinya. Untuk salinan asli PPJB itu ada di pihak pembeli, kalau foto copynya sudah kita berikan kepada warga," ucap Elina.

Dia mengakui, sampai saat ini antara pembeli dan penjual memang belum selesai, yakni masih ada sisa uang yang belum dibayarkan oleh pihak pembeli kepada warga yang pemilik lahan.

Sesuai perjanjian awal, yang dijual warga itu ada dua macam lahan, yaitu lahan perkebunan dan lahan kavling tempat mereka tingggal.

"Jadi rumah itu juga mereka jual, nanti akan ditukar dengan rumah siap huni yang disediakan oleh pembeli pada lokasi yang lain, jadi ada pembayaran dari pembeli dan plus rumah baru, cuma sampai saat ini itu belum teralisasi," katanya.

Menurutnya, kendala lain hingga saat ini adalah dalam perjanjian tanah perkebunan yang masih alas hak itu harus disertifikatkan dulu, namun nyatanya kata BPN lahan itu tidak bisa disertifikatkan.

"Untuk perjanjian jual beli yang sudah dibuat itu tidak bisa dibatalkan sebelah pihak saja, namun kalau permasalahan harus ada melalui pengadilan, nanti pengadilan lah yang akan menentukan," pungkasnya. (Fay)