![]() |
Penyidik Gakkum KLHK Supriadi, turun ke lokasi jumpai warga yang tinggal di rumah liar dikabil. (Foto: Exp) |
Batam, expossidik.com: Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum (Ditjen Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menurunkan penyidiknya langsung meninjau ke lokasi, ada dugaan jual beli tanah Kavling di Hutan Kabil dan sekaligus mencari tahu apa permasalahan antara Kelompok Tani Hutan Lestari (KTHL) dengan penduduk yang bermukim di wilayah tersebut pada Jumat (16/7/2021).
Salah seorang penyidik Gakkum KLHK, Supriadi ketika dikonfirmasi di lapangan mengatakan, kegiatan yang dilakukan oleh pihaknya ini adalah untuk pengumpulan data dan sekaligus melakukan pengecekan terhadap pemberitaan yang di muat awak media terkait masalah tersebut.
"Jadi pimpinan menyuruh kami mengecek apa permasalahan sebenarnya di sana antara Kelompok Tani Hutan Lestari (KTHL) dengan penduduk di sini. Setelah kita turun melihat secara langsung dan bertemu dengan kedua belah pihak maka apa yang kami dapatkan itulah nanti kami sampaikan kembali kepada pimpinan," ujarnya.
Terkait bagaimana nanti hasil keputusan dari KLHK dirinya tidak bisa menjanjikan apa-apa karena hal itu sepenuhnya keputusan Menteri KLHK.
"Pada intinya kami sudah turun ke lokasi dan menyaksikan langsung di lapangan permasalahan apa yang sebetulnya terjadi," bebernya.
Kata dia, berdasarkan keterangan Ketua RT 05/ RW 17, Nazarudin Purba total saat ini sudah ada sebanyak 104 Kepala Keluarga (KK) yang bermukim di lokasi hutan tersebut.
"Terkait status hutan nya sendiri ini masuk wilayah Hutan Lindung, jadi bukan Perhutanan Sosial (PS) ya saat ini statusnya karena area ini masih masuk area resapan air untuk waduk Duriangkang," tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Perkumpulan Akar Bhumi Indonesia melalui Foundernya, Hendrik Hermawan yang juga ikut turun ke lokasi bersama Gakkum KLHK, mengatakan, jadi soal status hutan tersebut sudah jelas bahwa bukan masuk wilayah Perhutanan Sosial (PS) seperti yang diklaim oleh KTHL melainkan adalah Hutan Lindung yang berada di area resapan air.
"Sebagai mana yang kita ketahui, apabila Hutan Lindung yang ada di area resapan air itu tidak boleh ada aktivitas apapun. Sementara ini kan yang terjadi saat ini adalah permasalahan antara KTHL dengan penduduk di sini siapa yang berhak menggunakan lahan tersebut," ujarnya.
Untuk itu, pihaknya menginginkan sebuah solusi terbaiklah yang akan diambil oleh pihak KLHK karena kedua belah pihak ini juga sama-sama masyarakat bukan untuk mencari kekayaan dalam menggunakan lahan tersebut.
Sebaliknya, ia lantas menanyakan dimana fungsi pengawasan KPHL II Batam dan BP Batam menjaga sektor-sektor di lindungi dan mengapa bisa hutan-hutan lindung tersebut digunakan oleh pihak lain.
"Untuk itu kita harapkan hal ini tidak terjadi lagi kedepannya. Ini harus menjadi PR kepada KPHL II Batam dan Ditpam BP Batam untuk lebih meningkatkan lagi fungsi pengawasannya," tegasnya.
Sementara itu, Lurah Kabil, Safaat yang juga turut meninjau lokasi ini menceritakan terlebih dahulu awal kronologis terbentuknya RT 05/ RW 17 di pemukiman tersebut.
Kata dia, pada bulan Januari 2021 lalu, ada beberapa tokoh masyarakat yang datang ke Kelurahan untuk meminta pemekaran RT di Kelurahan Kabil, Nongsa, Batam.
Setelah beberapa kali bermusyawarah, tercapailah kesepakatan dan dibuatkan berita acaranya yang awalnya pemukiman ini dulunya dipimpin oleh seorang Kepala Lorong (Keplor) yang tergabung dalam RT 05/RW 17.
"Kemudian, kita bentuklah panitia dan juga kita SK kan maka terpilihlah dulu Ketua RT nya, Wisnu akan tetapi pada waktu itu, kata dia, Ketua RT, Wisnu ini ada masalah dengan pihak keluarganya maka ia mundur dari jabatannya," kata Safaat.
Dikarenakan Ketua RT 05/ RW 17 yang lama mundur dari jabatannya sehingga dilakukan pemilihan ulang lagi dan kemudian terpilihlah, Nazarudin Purba sebagai Ketua RT 05/ RW 17 yang baru.
Lebih jauh, alasan dirinya mengeluarkan SK untuk pemukiman tersebut membentuk pengurus RT adalah pada saat pemerintah menggelar pembagian sembako untuk warga yang terdampak Covid-19 jarang tersalurkan ke pemukiman itu.
"Maka dari itu, kita harapkan setelah terbentuk RT di sini bantuan-bantuan pemerintah kepada masyarakat dapat tersalurkan dengan lancar," jelasnya.
Sementara itu, Ketua RT 05/ RW 17, Nazarudin Purba mengaku bahwa ia hanya menjalankan amanat warga yang telah diberikan kepadanya.
"Saya sebagai perangkat RT wajib bagi saya untuk mengayomi masyarakat dan apa itu permohonan mereka, aspirasi mereka itu saja yang saya jalankan sebagaimana fungsi saya," bebernya.
Kemudian, penyidik Gakkum KLHK juga melemparkan pertanyaan kepada Pembina KTHL, Kris Akmaludin mengapa KTHL tidak mengurus legalitas Kelompok Tani yang dibentuk tersebut.
Sehingga diharapkan dengan adanya legalitas tersebut mungkin nanti Kementerian KLHK bisa mengajak KTHL untuk bermitra menjaga hutan tersebut dengan program Perhutanan Sosial (PS).
Pria yang lebih dikenal dengan sebutan, Akmal ini mengaku jikalau memang ada niat KLHK seperti itu pihaknya siap mengurus secara administratif kelegalan KTHL.
"Iya kita siap untuk mengurusnya apabila KLHK menginginkan hal tersebut, karena memang pada awalnya kita memang tidak ada niat untuk memiliki sebuah lahan negara, kita sadar betul akan hal itu," ujarnya.
Kata dia, pihaknya hanya berinisiatif untuk menjaga aset negara supaya aman terhindar dari tengkulak dan mafia dan apabila ada orang yang bermukim ditempat tersebut bisa hidup dengan aman dan damai.
"Seperti itu tujuan awal kita bukan membuat sebuah perkampungan yang di sahkan oleh sebuah instansi. Kita tetap komit lahan ini tetap harus menjadi hutan, nah untuk itu kita serahkan bagaimana penanganan masalah ini kepada KLHK apakah masyarakat yang sudah ada tinggal di sini akan tetap berada di sini atau di gusur," ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh, Ketua KTHL, Nikson Sihombing, kata dia, sesuai aturan yang telah di keluarkan oleh BP Batam bahwa tidak boleh ada lagi dibiarkan berdiri rumah liar (Ruli) termasuk juga apabila sudah terbentuknya pengurusan RT maka itu sudah masuk dikatakan Ruli.
"Mungkin dalam satu tahun ini dampaknya tidak terasa, nanti apabila sudah 5-10 tahun ke depan ini akan menjadi bencana besar bagi pemerintah," bebernya.
Untuk itu, kata dia, mengapa pihaknya secara keras melarang area tersebut untuk tidak dijadikan pemukiman agar Ruli-ruli ini tidak kembali menjamur.
Karena kata dia, sejak tahun 2016 BP Batam sudah memberantas Ruli-ruli ini jadi apabila sudah ada muncul pengurusan RT di lokasi tersebut maka akan nanti kedepannya akan ada banyak lagi pengurusan RT yang terbentuk.
"Itulah fungsi kami bukan berarti kami tidak memperhatikan masyarakat yang ada.Akan tetapi pemerintah sudah merencanakan membangun masyarakat yang bagus dengan standar kehidupan yang layak. Itu saja tujuan kami sebenarnya," jelasnya. (Exp)