Penimbunan mangrove di Kampung Belian Tua, Kota Batam oleh Developer Glory Point. (Foto: Exp) |
Batam, expossidik.com: Sejumlah kasus kerusakan lingkungan yang saat ini tengah menjadi sorotan oleh Perkumpulan Akar Bhumi Indonesia (ABI) diakui oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam sudah ditangani oleh pihaknya.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Bidang Perlindungan Lingkungan Hidup DLH Batam, IP ketika dikonfirmasi awak media, Kamis (27/5/2021).
"Sudah kita tangani (Kasus Kerusakan Lingkungan di Batam)," ujarnya
Kata dia, terkait penanganannya sudah sejauh mana, IP mengaku belum bisa memberikan rinciannya dan menyarankan langsung untuk mengkonfirmasi kepada Kadis DLH Kota Batam, Herman Rozie.
"Yang lebih berwewenang pak Kadis, saya tidak punya wewenang," bebernya.
Lanjut kata dia, terkait dengan kasus ini ia juga menyarankan untuk memasukkan surat secara resmi kepada DLH Kota Batam. "Boleh bersurat secara resmi," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, aktifitas pengelolaan lahan terjadi di beberapa titik di Kota Batam, Kepri diduga menimbulkan kerusakan lingkungan yang tidak kecil. Parahnya, selain diduga menimbulkan kerusakan, ternyata kegiatan ini tidak berizin karena dilakukan tanpa dilengkapi izin atau dokumen resmi.
Berikut potret kasus kasus kerusakan lingkungan yang terjadi dan tengah menjadi sorotan, karena belum juga mendapat tindakan dari pihak berwenang.
1. SMK Negeri 9 Batam di Pancur Pelabuhan, Tanjung Piayu, Sei Beduk, Kota Batam
Pembangunan sekolah ini menyalahi aturan karena dibangun di atas kawasan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) hutan bakau. Selain itu, masyarakat sekitar juga resah akibat masalah yang ditimbulkan pada proses pengerjaan pembangunan sekolah tersebut.
Seperti tumpahan tanah di jalan dari aktivitas truk-truk di sana, serta menyempitnya drainase warga yang beberapa kali menyebabkan banjir dadakan saat curah hujan tinggi.
Dalam proses pengerjaannya, di proyek pembangunan SMK Negeri 9 Batam turut menimbun hutan mangrove. Penimbunan ekosistem mangrove baik di buffer zone dan hutan lindung berdampak pada pengurangan lahan hutan, merusak, dan mematikan pohon bakau yang menjadi habitat hewan serta mengurangi hasil tangkapan nelayan.
Setelah ditolak oleh aktivis lingkungan dan masyarakat, pembangunan SMK Negeri 9 Batam pun diberhentikan sementara oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam pada Februari 2021.
2. Perumahan Buana Garden di Tanjung Piayu, Sei Beduk Kota Batam
Pembangunan proyek perumahan dan kavling ini terbukti menimbun hutan mangrove yang masuk ke dalam kawasan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL). Penimbunan yang diduga tidak mengantungi AMDAL itu terjadi pada pertengahan tahun 2020, dan terancam melanggar Peraturan Pemerintah No 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan,
Penimbunan itu juga melanggar Undang-undang Pesisir No 27 tahun 2007 junto Undang-undang No 1 tahun 2014 tentang penggelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil yang mengatur tentang perlindungan ekosistem manggrove di luar kawasan hutan.
3. Perluasan area Kampung Tua Patam Lestari, Sekupang, Kota Batam
Proyek pembangunan perumahan dan kavling di Kampung tua Patam Lestari itu nyata-nyata telah menimbun hutan mangrove hingga 15 hektare, dan luasnya diperkirakan terus bertambah.
Aktivitas penimbunan itu sendiri telah menutup daerah resapan air di sekitar lokasi dan mempersempit aliran sungai. Akibatnya, penimbunan akan merusak ekosistem yang ada dan mengancam biota laut di sungai.
Persoalan itu telah dilaporkan ke DLH Kota Batam, BPPH LHK Regional Sumatera, DLHK Provinsi Kepri, KPHL II Batam, dan BPDASHL Sei Jang, Duriangkang untuk menindak lanjuti permasalahan tersebut. Lalu pada Februari 2021, DLH Kota Batam pun mengeluarkan surat penghentian proyek tersebut.
4. Pemotongan Bukit dan Penimbunan Hutan Mangrove di Kampung Belian, Batam Kota, Kota Batam
Proyek itu dikerjakan untuk membuat jalan penghubung antara Kampung Belian Tua dan Proyek Glory Hill (Glory Point Grup) di Botania I Kelurahan Belian, Kecamatan Batam Kota. Belakangan terungkap kalau pengerjaan pembangunan jalan sepanjang 3.095 meter dengan row jalan 35 meter itu masuk dalam kawasan hutan lindung.
Pada Selasa (27/4/2021) lalu, tim Seksi Gakkum DLHK Kepri yang berjumlah tujuh orang melakukan inspeksi mendadak (sidak) meninjau lokasi tersebut.
Namun belum diketahui secara rinci, apa hasil temuan-temuan dan fakta lainnya dari hasil sidak tersebut dan sanksi apa yang bakal dikenakan terhadap pengembang properti tersebut. Meski begitu, tim Seksi Gakkum DLHK Kepri akan membuat laporan resmi guna menindaklanjuti proyek ilegal tersebut.
Sementara DLH Kota Batam menyebut bahwa proyek tersebut belum memilik izin persetujuan lingkungan seperti Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Lalu BP Batam juga mengatakan bahwa pemotongan bukit yang dilakukan pihak pengembang belum memiliki izin cut and fill.
5. Aktivitas Galangan Kapal di Teluk Lengung, Nongsa, Kota Batam
Galangan kapal milik PT Jagar Prima Nusantara (JPN) ini terletak di area hutan lindung Tanjung Kasam, Teluk Lengung yang berbatasan langsung dengan kawasan tangkapan air, dan diduga tidak memiliki izin. Legalitas perusahaan tersebut bahkan tidak diketahui oleh Lurah Kabil.
Pihak PT JPN pun membantah tudingan yang menyebutkan lokasi perusahaan berada di kawasan hutan lindung. Selain itu, aktivitas kapal di perusahaan itu juga disebutkan sudah mendapat izin dari Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Batam.
Belakangan klaim ini kemudian dibantah oleh KSOP Batam yang mengaku tidak mengeluarkan izin untuk aktivitas kapal di PT JPN.
Sementara Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) unit II Kota Batam menyebutkan lokasi galangan kapal PT JPN berada di wilayah Hutan Lindung Daerah Cakupan Luas serta bernilai Strategis (DPCLS) Kota Batam. PT JPN juga disebut tidak mengantungi izin penggunaan atau pemanfaatan kawasan hutan.
6. Pembuatan Tambak di Pembuangan Air Waduk Duriangkang
Tidak hanya hutan lindung dan mangrove yang menjadi sorotan ABI, kali ini ABI juga menyoroti kasus pembuatan tambak di jalur pintu pembuangan air (Permanent Bottom Outlet) waduk Duriangkang, Sei Beduk, Batam.
Mengapa hal ini juga menjadi sorotan pihak ABI, mereka mengatakan bahwa daerah resapan air adalah daerah yang harus dijaga secara bersama-sama untuk kepentingan seluruh masyarakat Kota Batam.
Bukan tanpa sebab hal itu diungkapkan mereka, pasalnya salah satu masalah besar yang ada di Kota Batam saat ini adalah masalah ketersediaan air baku. Sementara air baku adalah kebutuhan hidup orang banyak, dan diketahui Kota Batam adalah Kota yang tidak memiliki mata air selain dari waduk.
Untuk itu sebagai bentuk keseriusan dari ABI dan juga sebagai salah satu cara untuk menolong pemerintah Kota Batam, ABI juga akan konsen untuk melindungi area tersebut.
7. Penimbunan Mangrove di Putri Tembesi
Aktivitas penimbunan mangrove atau pendangkalan alur sungai (Sendimentasi) di daerah Putri Hijau, Tembesi, Batam juga mendapatkan sorotan dari ABI.
Diketahui, aktivitas ini sudah berlangsung kurang lebih selama 3 bulanan terakhir. Akibatnya, hampir delapan hektare hutan mangrove rata tertimbun tanah untuk pembangunan rumah dan ruko di kawasan tersebut.
Setelah pihaknya turun ke lapangan mengecek lokasi tersebut, diketahui bahwa aktivitas penimbunan ini dilakukan oleh PT Yafindo Group.
Dilokasi ini juga ditemukan jalur pipa gas Panaran yang berdekatan dengan lokasi penimbunan ini dan dikhawatirkan bisa membahayakan masyarakat sekitar.
Tidak hanya itu, pihak ABI juga menilai, efek dari penimbunan ini juga berdampak terhadap nelayan yang berada di Tanjung Gundap, Tembesi, Sagulung, Batam yang mengeluh air laut di daerah mereka mengeruh sehingga nelayan kesulitan mencari hasil tangkapan dan hal itu tentu sangat merugikan masyarakat nelayan.
Banyaknya kasus kerusakan lingkungan di Batam ternyata juga mendapatkan perhatian yang serius oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI)
Bahkan baru-baru ini penyidik Gakkum KLHK bersama-sama dengan Korwas PPNS Bareskrim Polri, pada 23 April 2021 lalu menangkap RM alias YG (44) Direktur PT PMB di Tanjungpinang Kepri dan saat ini telah ditahan di Cabang Rumah Tahanan Bareskrim Polri, Jakarta.
Diketahui, ditetapkannya RM sebagai tersangka merupakan pengembangan dari penyidikan yang dilakukan terhadap Zazli Bin Kamel komisaris PT. PMB.
Zazli telah diputuskan bersalah oleh PN Batam dan dijatuhi hukuman pidana penjara 5 tahun 6 bulan dan denda Rp1 miliar, subsider 3 bulan penjara, 19 Oktober 2020.
Dalam pengembangan kasus ini Penyidik Gakkum KLHK tidak hanya menyidik pelaku perorangan RM sebagai Direktur dan Zazli sebagai Komisaris PT. PMB, akan tetapi melakukan penyidikan kejahatan korporasi yang dilakukan oleh PT. PMB. Penyidik telah menetapkan PT PMB sebagai tersangka korporasi.
Rasio Ridho Sani, Dirjen Gakkum KLHK mengatakan bahwa KLHK tidak akan berhenti menindak kasus-kasus perusakan lingkungan dan kawasan hutan lainnya.
Kasus pidana yang telah dibawa ke pengadilan oleh Gakkum KLHK dalam beberapa tahun ini sekitar 1.081 kasus. Terkait kasus perambahan dan perusakan lingkungan dan kawasan hutan di Batam, ada beberapa kasus lainnya sedang diproses oleh penyidik KLHK, termasuk kasus kejahatan perusakan lingkungan dan kawasan hutan yang dilakukan oleh PT. KAS dan PT. AMJB.
“Pelaku kejahatan seperti ini harus dihukum seberat-beratnya agar ada efek jera. Kerugian yang ditimbulkan sangat besar. Kami mengapresiasi putusan Majelis Hakim PN Batam, yang telah menghukum salah satu pelakunya yaitu Sdr. Zazli hukuman penjara 5 Tahun 6 bulan dan denda Rp1 Milyar.
Serta kami mengapresiasi para Jaksa dari Kejaksaan Agung dan Kajari Batam yang terus mengawal proses persidangan kasus ini. Putusan ini harus menjadi pembelajaran bagi pelaku lainnya,” tegas Rasio Sani melalui siaran persnya pada Rabu (5/5/2021) lalu. (Exp)