Bukti nota pembayaran angsuran cicilan rumah Glory Raffles 1 yang dimiliki oleh pembeli, Awi.(foto : exp) |
Batam, expossidik.com : Seorang pembeli perumahan Glory Raffles 1 blok B No. 5, Temiang, Batuaji, Batam, Awi kepada media ini, mengatakan ada dugaan tindak pidana penggelapan dan penipuan yang dilakukan pihak Developer perumahaan tersebut yakni PT Surya Manggala Persada (Glory Point Grup) kepada dirinya masalah pembelian rumah tersebut, Sabtu (20/3/21).
Kata dia, dugaan penggelapan dan penipuan itu berawal setelah dirinya membayar deposit (DP) pembelian rumah tersebut pada tahun 2018 lalu, namun pada saat hendak serah terima kunci rumah tahun 2019, Awi terkejut bahwasannya rumah yang dibelinya tersebut belum dibangun.
"Makanya saya menghentikan pembayaran cicilan rumah itu selama 11 bulan, dan saya meminta pihak Developer menyelesaikan pembangunan rumahnya dulu baru bisa bercerita kembali mengenai mekanisme pembayaran lanjutannya," ujarnya ketika dijumpai media ini, Senin (15/3/21).
Selain itu, Awi juga mengungkapkan, pada saat serah terima kunci itu ada perjanjian atau kesepakatan bersama antara dirinya dengan Developer yang mana Developer meminta waktu kepada dirinya untuk diberi waktu selama 6 bulan untuk segera menyelesaikan pembangunan rumah itu.
"Setelah 6 bulan berlalu, saya kembali datang ke lokasi perumahan untuk melihat sudah sejauh mana pembangunan tersebut dilakukan. Ternyata baru sekitar 25% saja," ungkapnya.
Melihat hal itu, Awi kembali mendatangi pihak Developer untuk membicarakan hal tersebut dan ia mengatakan kepada pihak Developer bahwa dirinya kembali belum bisa melanjutkan pembayaran cicilan DP rumah tersebut apabila pembangunan perumahan ini belum jelas kemana arahnya.
Tujuan ia menyampaikan hal ini kepada Developer karena dalam perjanjian lainnya menyebutkan apabila pembeli melewati waktu pembayaran cicilan DP rumah tersebut akan dikenakan denda dan juga diberikan Surat Peringatan (SP).
"Waktu itu saya meminta agar pihak Developer dan pihak pembeli sama-sama tidak usah dikenakan denda terkait masalah tersebut dan perusahaan setuju pada saat itu," jelasnya.
Selanjutnya, berselang beberapa bulan kemudian, Awi ini kembali bertanya mengapa sekian lama rumah tersebut belum jadi juga? akan tetapi pihak Developer meminta dirinya mengajukan Kredit Pemilik Rumah (KPR) kepada Bank dan dibarengi dengan pemberian SP 1 kepada dirinya.
"Saat itu saya juga mempertanyakan kepada mereka bagaimana mau KPR rumah sementara bentuk bangunannya saja belum jadi ? Bank mana yang mau menerima KPR? Lalu, perusahaan menjawab melalui Bank BTN, dan usulan itu langsung saya tolak apalagi yang sama-sama kita tahu kalau suku bunga di Bank BTN itu tinggi," kata dia.
Merasa belum puas mendengarkan jawaban pihak Developer, Awi membicarakan permasalahan ini kepada bagian marketing Developer yang bernama, Mei Fang dan dirinya mengatakan kepada Mei Fang bahwasannya ia hendak kembalikan lagi hak atas rumah ini kepada pihak perusahaan.
"Setelah pembicaraan dengan Mei Fang saya menunggu selama satu tahun lamanya namun tidak ada kabar. Kemudian tiba-tiba ada surat pembatalan pembelian yang dikirim ke saya dari Developer dan ia mempertanyakan lantas bagaimana uang nya yang telah dibayarkan kepada pihak perusahaan apakah hangus atau bagaimana?," katanya.
"Jadi saya kembali datang ke Developer dan di sana baru tahu kalau marketing perusahaan ini, Mei Fang tidak bekerja lagi di sana dan ia meminta pertanggungjawaban atas apa yang telah ia sampaikan kepada pihak marketing pada waktu itu apakah benar-benar telah disampaikan oleh Mei Fang kepada pihak Developer," katanya.
Selain itu, total uang yang telah dibayarkannya untuk membeli rumah tersebut sebesar Rp. 20 juta memang tidak besar akan tetapi pihaknya merasa tidak senang atas perlakuan pihak Developer tersebut.
"Jadi tadi dia menunjukan surat pembatalan dan rumah itu juga sudah dijual mereka, Makanya saya bilang ke mereka saya tidak mau tau urusan itu yang saya mau pihak perusahaan bertanggungjawab saja kepada saya karena rumah itu semuanya atas nama saya dan juga ada tanda tangan saya kenapa bisa mereka melakukan pembatalan secara sepihak begitu," kesal Awi.
Meskipun pihak Developer telah mengeluarkan SP kepada dirinya dan juga sudah diterima, akan tetapi menurut dia, selama bangunan tersebut belum jadi, ia tidak akan pernah mau menanggapi SP itu.
Ia menilai, SP yang diberikan itu atas dasar apa pula? sementara rumahnya saja belum selesai, beda cerita kalau rumah itu telah selesai dibangun dan ia masih tidak melakukan pembayaran. Baru SP yang diberikan itu masih masuk logika.
"Bahkan, setengah tahun yang lalu pihak Developer juga ada yang menelpon saya untuk meminta saya mengajukan KPR dan waktu itu saya tanya apakah rumah itu sudah masuk arus listrik dan saluran air? Jawabannya belum pada waktu itu. Jadi bagaimana saya mau KPR kalau belum ada masuk apapun apalagi nota-notanya tidak ada, kalau untuk mengajukan KPR ke Bank itu kan perlu hal-hal seperti itu. Ini saja rekening listrik dan air belum ada," katanya.
Kemudian, pihak Developer mengatakan kepadanya kalau sudah mengajukan KPR baru 2 bulan kemudian dimasukan air sama listriknya.
"Jadi saya tolak lah, mana bisa saya KPR rumah itu kalau saya tidak bisa menempati rumah itu selama 2 bulan kan tidak mungkin, setahu saya setiap Kontraktor atau Developer perumahan harus sudah masuk dulu listrik sama airnya baru kita sebagai pembeli bisa mengajukan KPR. Saya tidak tahu kalau perusahaan mereka ini terkecuali lah ya, dan pembeli yang lain bisa terima permintaan perusahaan tersebut, kalau saya secara pribadi tidak bisa menerima hal itu," tegasnya.
Bahkan, kata dia, ia juga pernah menayakan kepada mereka, apabila ia setuju untuk mengajukan KPR dan selama 2 bulan itu dianggaplah tidak menempati rumah itu apakah ada jaminan setelah 2 bulan itu ia langsung bisa menempati rumah ini. Sampai saat ini tidak ada jawaban yang jelas dari pihak perusahaan dan saya berkesimpulan kalau memang perusahaan ini tidak ada pertanggungjawabannya.
Meskipun memang ada perjanjian di surat kontrak antara pembeli dan developer bahwa pihak developer bisa melakukan pembatalan pembelian seacara sepihak apabila pembeli tidak bisa melanjutkan pembayaran, akan tetapi balik lagi ke inti permasalahan, bagaimana pihaknya mau bayar kalau bangunan atau wujud dari rumah itu saja belum saya nampak olehnya.
"Tadi saya juga ke sana karena sudah lama Mei Fang tidak kasih tahu saya perkembangan rumah itu, katanya sudah dilakukan pembatalan dan saya meminta pihak developer menghubungi Mei Fang mengenai hal itu dan Mei Fang menolak memberikan pertanggungjawaban, ya saya bilang saya bukannya mau menekan kamu soalnya saya berurusan kan sama kamu soalnya diakan bagian marketing perumahan," katanya.
"Kalaupun memang dia bisa membicarakan masalah ini kepada pihak perusahaan untuk mengembalikan uang tersebut dan persyaratannya apa-apa saja dari perusahaan kan tinggal bilang saja ke saya saya bisa mempersiapkan," sambungnya.
Setelah pembicaraan itu, barulah diketahui bahwasannya Mei Fang ini sudah tidak bekerja lagi di perusahaan tersebut, dan Awi meminta agar Mei Fang menunjukkan orang yang ada diperusahaan itu yang bisa dihubungi dirinya untuk membicarakan hal ini.
"Akan tetapi Mei Fang tidak bisa memberitahukan siapa orang yang bisa dihubungi alasannya karena orang perusahaan sudah banyak yang ganti, jadi saya bilang saya tidak mau tahulah walaupun banyak orang diperusahaan itu yang berhenti bukan berarti bisa lepas tanggungjawab seperti itu saja dan harus ada penyampaian dulu seharusnya kepada saya," pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, media ini masih berupaya mengkonfirmasi permasalahan ini kepada Kuasa Hukum PT Glory Point Grup, Nasib Siahaan namun belum mendapatkan jawaban pada saat ini.(exp)