Aktifitas pencucian pasir ilegal di Nongsa marak. (foto: e-sidik) |
Aktivitas ilegal tersebut telah terjadi sejak tahun 1990 silam. Penggerebekan dan penyegelan lokasi yang dilakukan oleh aparat Kepolisian tak membuat gentar para pelaku usaha tambang tersebut.
Usut punya usut, kegiatan pencucian pasir yang diduga ilegal ini dibeckingi oleh oknum tertentu. Hal ini diungkapkan oleh, Tino selaku salah satu pekerja PT Dwi Karya Usaha yang bertugas untuk mengawasi lahan oleh perusahaan tersebut.
Parahnya lagi, aktivitas pencucian pasir tersebut telah memasuki bagian pinggir lahan milik PT Dwi Karya Usaha dan hal tersebut membuat resah pihak perusahaannya. Hal ini terbilang dapat menghambat investasi di Kota Batam.
Tak hanya itu, disebut-sebut lokasi pencucian pasir itu juga diklaim oleh salah seorang berinisial BS. Sehingga BS selalu bersikeras terhadap salah satu Developer PT Dwi Karya Usaha bahwa lahan tersebut adalah miliknya.
Sementara, PT Dwi Karya Usaha sendiri diketahui telah memiliki pengalokasian lahan (PL) yang dikeluarkan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam dengan Nomor PL: 220050993.
"Sampai saat ini, orang-orang yang melakukan aktivitas pencucian pasir itu menolak pembangunan pagar yang ingin dilakukan perusahaan di garis batas lahannya. Mereka menolak dengan alasan lokasi mereka itu adalah Kampung Tua, jadi kalau mau bangun pagar harus ada hak-hak yang harus dituntaskan dulu," jelasnya.
Lanjutnya, penolakkan terhadap pembangunan pagar itu diduga karena para pencuci pasir liar itu tidak ingin akses mereka menyedot air danau yang ada di lahan PT. Dwi Karya Usaha menjadi tertutup.
"Karena sesuai PL yang dimiliki perusahaan, air yang digunakan mereka untuk mencuci pasir itu berada di lokasi lahan perusahaan kami. Kalau kami bikin pagar, mereka tak bisa lagi cuci pasir di situ. Jadi aktivitas mereka di tanah perusahaan kami itu terlarang," tegasnya.
Tino mengkhawatirkan hilangnya patok-patok pembatas lahan milik PT Karya Dwi Usaha yang tergerus oleh aktivitas pencucian pasir tersebut.
"Perusahaan kita itu mas sudah mendapatkan PL dari BP Batam dengan No PL: 220050993. Jadi tidak mungkinlah BP Batam memberikan alokasi lahan ke kita kalau lahan itu Kampung Tua, kita khawatirkan patok-patok lahan yang telah kami pasang itu nanti hilang mas akibat aktivitas ini," tegasnya.
Diketahui, semenjak tahun 2021 ini saja total sudah ada dua kali penindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum terhadap aktivitas tersebut.
Pada tanggal (4/2/2021) lalu, Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Barelang juga melakukan penggerebekan terhadap lokasi tambang pasir ilegal di Kampung Tengah, Batubesar, Nongsa, tepatnya dekat dengan PT. Citra Lautan Teduh (CLT).
Sebanyak tujuh orang pekerja berhasil diamankan yang terdiri dari operator mesin dan penggali pasir. Kasat Reskrim Polresta Barelang, Kompol Andri Kurniawan ketika dikonfirmasi oleh awak media membenarkan penggerebekan tersebut.
Kata dia, aktivitas ilegal tersebut sudah berlangsung selama 3 bulan. "Selain para pekerja, kita juga berhasil mengamankan barang bukti berupa mesin dompeng, dan pasir beberapa kubik," ujarnya beberapa waktu lalu.
Ia mengaku, kasus tersebut masih didalami oleh pihaknya untuk mencari tahu siapa pemilik dari tambang pasir tersebut.
Andri juga menegaskan, akibat penambangan pasir tersebut, lingkungan di sekitar lokasi mengalami kerusakan. "Dibeberapa lokasi terdapat lubang besar yang ditutupi air hujan, tentu aktivitas ini tidak boleh dibiarkan lagi," tegasnya.
Selanjutnya, pada tanggal (17/2/2021) lalu, petugas patroli gabungan baru saja menindak sebuah lokasi penambangan pasir ilegal yang juga takjauh dari lokasi.
Tepatnya di Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Bandara Hang Nadim. Dalam operasi itu, petugas berhasil menyita 6 unit mesin sedot pasir dan berbagai peralatan pendukung penambangan.
"Hari ini kita sudah menyita 6 unit mesin sedot tambang pasir ilegal. Akses masuk di kegiatan terlarang itu juga kita segel," kata Kepala Dinas Operasi (Kadisops) Lanud Hang Nadim, Mayor Lek Wardoyo, kepada awak media.
Sementara itu, Kasi Patroli dan Pengamanan Hutan Direktorat Ditpam BP Batam, Wilem Sumanto mengatakan, titik tambang pasir ilegal di seputaran Bandara Hang Nadim, memang banyak. Ada yang sudah ditinggalkan, ada juga yang masih beroperasi. Kegiatan ini menurutnya memang sudah "mengakar", bahkan titik penambangan ada yang sudah menjadi kubangan dan menjadi embung yang nantinya bisa jadi kubangan elang.
"Jika ada burung elang, maka itu juga akan bisa menganggu penerbangan. Tanaman-tanaman yang mengundang burung juga bisa menganggu penerbangan dan sebelum itu terjadi maka harus ditertibkan," kata Wilem.
Selain alasan mengganggu keselamatan penerbangan di sekitar bandara, kegiatan tersebut juga dapat mengganggu investasi perusahaan-perusahaan yang mendapat alokasi lahan di sekitar lokasi tambang pasir tersebut.
Pada Jumat (19/2/2021) kemarin, expossidik.com mencoba melakukan penelusuran disalah satu titik pencucian pasir yang ada di area Nongsa. Lokasinya ini hanya berjarak beberapa ratus meter saja dari RS Bhayangkara Polda Kepri.
Dari pantauan dilokasi, terlihat lalu lintas truck pengangkut tanah dan pasir di lokasi itu menjadi pemandangan biasa.
Aktivitas alat berat juga terlihat sama sibuknya dengan truck yang hilir mudik. Begitu juga dengan orang yang mengoperasikan mesin penyedot air di bak pencucian yang terus berbunyi di 9 titik tambang.
Dari pantauan dilokasi juga terlihat ada beberapa perumahan padat penduduk. Bahkan, ada juga sederet perumahan yang baru dibangun dan akan dibangun.
Salah satu pekerja, RD, mengatakan, kegiatan pencucian itu hanya untuk mengambil pasir yang terkandung di dalam tanah. Mereka mencuci dan menyaring tanah tersebut hingga menjadi pasir. Tanah urug yang dicuci berasal dari kegiatan cut and fill (pemotongan bukit) tak jauh dari aktivitas pencucian pasir.
"Cuma mencuci saja, nanti pasir yang tertinggal di bak khusus penampungan akan tertinggal dan dipindahkan penambang ke dalam truk untuk diantar kepada penadah sebagai pemesan," ujarnya kepada awak media, Jumat (19/2/2021).
Ia menuturkan, satu harinya ada puluhan hingga ratusan truck berisi pasir yang berhasil terjual. Tergantung cuaca. Upahnya mencuci pasir itu sekitar Rp. 45-50 ribu. Untuk satu truck tanah yang telah dicuci menjadi pasir sepengetahuannya dihargai sebesar Rp150-200 ribu.
"Kalau legal atau tidak legalnya saya tidak tahu, saya cuma bekerja saja disini mas," pungkasnya.
Red