Pelapor dan Barang Bukti tidak ada, Terdakwa Erlina Dituntut 7 Tahun
Sidang Mendengarkan Tuntutan Terdakwa Erlina |
Dalam amar tuntutan Jaksa, terdakwa Erlina terbukti bersalah melakukan tindak pidana Pasal 49 ayat (1) Undan-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
"Menuntut terdakwa Erlina dengan hukuman kurungan penjara selama 7 tahun, denda 10 milliar, subsider 6 bulan," baca Jaksa Samsul Sitinjak.
Usai tuntutan terdakwa dibacakan Jaksa. Majelis Hakim yang dipimpin Mangapul Manalu didampingi hakim anggota Jasael dan Rozza, mempersilahkan terdakwa untuk kordinasi dengan PH nya. "Silahkan kordinasi dengan PH nya, apakah terdakwa menyampaikan pembelaan (Pledoi)," sampainya Hakim Mangapul Manalu kepada terdakwa Erlina.
"Saya akan mengajukan pledoi yang mulia," ujar terdakwa Erlina.
Fakta selama persidangan, dalam dakwaan Jaksa, terdakwa Erlina yang dilaporkan Bambang Herianto ke polisi, kasus perkara penggelapan dalam jabatan dengan kerugian sebesar Rp 4 juta, kemudian dalam surat dakwaan JPU berubah menjadi Rp 117.186.000.
Ironisnya lagi, mulai dari awal persidangan, sejak berkas perkara terdakwa diajukan ke PN Batam, saksi pelapor tidak pernah dihadirkan diperiksa sebagai saksi, karena saksi pelapor, menurut Jaksa, pelapor tidak lagi berada ditempat tinggalnya. Kemudian, saksi-saksi yang dihadirkan Jaksa dalam persidangan tidak bisa menunjukkan barang barang bukti mulai audit internal BPR Agra Dhana, audit keuangan, audit akuntan publik, serta barang bukti metrix yang disampaikan saksi Beny (Manager Marketing) dan Sari (Manager Operasional) BPR Agra Dhana. Begitu juga dengan Jaksa, tidak dapat menunjukkan barang bukti.
Dan bukan hanya itu, selama pemeriksaan saksi-saksi, dimana para saksi-saksi karyawan BPR Agra Dhana dan Jaksa telah mengobok-obok buku rekening terdakwa, tanpa ada surat izin tertulis dari pimpinan Bank Indonesia (BI), sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 42 dan 47 UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Sehingga menurut Penasehat Hukum (PH) terdakwa Erlina, Manuel P Tampubolon, akan mengambil langkah-langkah perlawanan hukum. "Ini berarti pasal 42 dan 47 UU Perbankan berlaku. Maka hal ini, akan kami laporkan, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal tersebut," ujar Manuel P Tampubolon.
Kemudian, dalam fakta persidangan, pemeriksaan ahli dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mohammad Rizki, sesuai dengan surat tugas nomor S-31/MS.513/2018, yang ditunjuk oleh Direktur Litigasi dan Bantuan Hukum mewakili Dewan Komisaris OJK. Dalam BAP, ahli dalam dugaan tindak pidana umum, penggelapan dalam jabatan. Namun Jaksa menuntut terdakwa UU Perbankan.
Lebih anehnya, dalam amar tuntutan terdakwa yang dibacakan Jaksa, saksi Beny sejak bekerja di BPR Agra Dhana sebagai Manager Marketing, Oktober 2014, sementara dirisalah rapat, Beny bekerja sebagai Direktur sejak tahun 2012.
"Dari halaman pertama aja, surat tuntutan Jaksa sudah terjadi kebohongan, terhadap keterangan saksi Beny, yang menyatakan bahwa saksi Beny diangkat sebagai Direktur tahun 2012 sesuai akta 115. Padahal, Beny baru masuk bekerja di BPR Agra Dhana bulan Oktober tahun 2014 sebagai Manager Marketing. Kan aneh," kata Manuel P Tampubolon usai sidang.
Sementara dalam amar tuntutan Jaksa, yang dituduhkan kepada terdakwa Erlina, tidak ada dituangkan hasil risalah rapat tanggal 26 Januari 2018 yang ditandatangani oleh kepala OJK Kepri. "Jadi tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak sesuai. Justru Erlina yang diperas oleh BPR Agra Dhana, memaksa untuk membayarnya," ujar Manuel.
Alfred