Exploitasi Kayu Kelas Satu, Dibalik Proyek Persawahan Lingga, Siapa yang Bermain?
LINGGA | EXPOSSIDIK.com - Kebijakan Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman menciptakan sawah dan lumbung padi organik di atas ribuan hektar lahan perawan Kabupaten Lingga Kepulauan Riau, memang patut di sambut baik, namun yang menjadi pertanyaan saat ini banyak potensi kayu kelas satu di areal yang akan di jadikan persawahan tersebut. Yang menjadi pertanyaan siapa cukongnya?
Hasil Study Investigasi Design (SID) tim akademisi dari Universitas Riau (UNRI), berhasil mengoleksi sedikitnya 1.300 hektar lahan APL di tujuh titik, termasuk hutan Kempas di Desa Resang Kecamatan Singkep Selatan dengan luas 254 Hektar.
Hutan yang memiliki potensi kayu kelas satu ini menjadi lokasi pencetakan sawah pertama program 10.000 Hektar persawahan organik. Meski sempat menjadi kekhawatiran masyarakat terkait pemanfaatan kekayaan hasil hutan pada lahan tersebut, Bupati Lingga Alias Wello dengan tegas mengatakan pemerintah Kabupaten Lingga akan berupaya memaksimalkan potensi kayu dari lahan sawah itu untuk kesejahteraan masyarakat banyak.
"Kita minta SKPD terkait mencari aturan cukainya kalau memang ade cukai. Kemudian hasil kayu ini kita tagih, dan kita buatkan dokumen. Supaya masyarakat juga untung," ungkapnya.
Historis lahan berawal Pada awal Oktober 2016. Pola pengerjaan cetak sawah masih sama dengan program Opsus TNI di Desa Bukit Langkap Lingga Timur, dimana pelaksananya adalah pihak ketiga yang ditunjuk oleh TNI AD.
Sedikitnya 20 alat berat dengan beragam fungsi ditunkan ke lokasi sawah Desa Resang, dan dalam dua minggu 40 Hektar lahan hutan telah terbuka menjadi petak-petakan sawah.
Kegiatan cetak sawah tersebut secara otomatis menyisakan ribuan batang kayu-kayu besar jenis Kempas, Meranti, mentangor dan lain sebagainya, yang rata-rata memiliki Diameter 80-100 centimeter.
Belum dapat diketahui secara pasti seperti apa pola kerjasama pemanfaatan kayu dari lahan sawah Resang, namun di sekitar area persawahan terlihat aktivitas sejumlah pekerja mengolah ribuan batang kayu-kayu menjadi balok-balok.
Lembaga Anti Korupsi (LAKI) Kabupaten Lingga (19/12) lalu mensinyalir adanya kerugian negara dari penjualan ilegal hasil kayu keluar daerah pada pembukaan lahan sawah di Desa Resang.
Azhar, salah seorang pengurus LAKI mengatakan, pihaknya telah menerima informasi dari masyarakat Singkep Selatan terkait aktifitas pengiriman balok-balok kayu yang berasal dari pembukaan lahan sawah tersebut ke Kota Batam, melalui pelabuhan tikus di Desa Marok Kecil.
"Dari keterangan warga, pengiriman kayu-kayu ini bisa tiga kali dalam seminggu, menggunakan lebih dari satu kapal sekali kirim," kata dia.
Dia mengatakan, kapal yang digunakan untuk pengiriman kayu ini berkapasitas angkut hingga 40 Ton. Artinya dalam sekali pengiriman bisa mencapai 150-160 ton.
"Ini jumlah yang besar. Sementara kita tahu, pemerintah setempat tidak pernah mengeluarkan surat keterangan asal usul (SKAU) kayu dari lahan persawahan di Desa Resang," ungkapnya.
Bahkan, LAKI menduga pihak pengelola kayu dari pembukaan sawah di Desa Resang juga tidak memiliki kerjasama yang baik dengan pemerintah daerah, serta tidak memiliki kelengkapan dokumen lainnya atas pemanfaatan potensi kayu pada lahan tersebut.
"Ini berpotensi menyebabkan kerugian negara cukup besar. Sepanjang yg kita ketahui bahwa sampai hari ini belum ada izin yang di kantongi selain dari PT Numbing," ungkapnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan (Kadistanhut) Lingga, Rusli Ismail di Daik Lingga Selasa (13/12) menjelaskan, kayu yang berada dilahan area penggunaan lain (APL) menjadi kewenangan daerah dan boleh dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan lokal dan tidak di jual ke luar lingga.
"Yang rumit itu pemanfaatan kayu di lahan hutan produksi atau hutan lindung. Kalau lahan APL, masyarakat boleh memanfaatkannya," tutur Rusli.
[Md/sidik]