BATAM | EXPOSSIDIK.com - Laporan Murni Liveon ke Polresta Barelang 23 September 2016 lalu terhadap Notaris Wany Thamrin seputar biaya yang dikenakan terlalu besar yang diduga merupakan penipuan, kini semakin berliku belum ada kepastian.
Jika dirunut kembali sejak media portal ini memberitakan apa yang dialami Murni Liveon Desember 2016 lalu, lebih disebabkan tindakan Notaris Wany Thamrin yang menerapkan biaya tinggi yang dipakai BTN Batam dalam akad kredit permohonan pinjaman dari Liveon Murni.
Seperti diketahui, awal dari permohonan pinjaman dari BTN kantor cabang pembantu Sekupang adalah untuk keperluan merernovasi rumah yang dibeli dari Bernardus Pakpahan berlokasi di Perumahan Villah Artah Indah blok B no.1 Kelurahan Sei Harapan Sekupang.
Adapun permohonan pinjaman yang diajukan tanggal 6 April 2016 sebesar Rp180.000.000 dengan waktu 15 tahun dikabulkan pihak BTN terhitung sejak 20 April 2016 dan batas pengembalian kredit melalui angsuran setiap bulannya Rp2.114.900 sampai 20 April 2031.
Pihak BTN yang menyetujui permohonan pinjaman Murni Liveon waktu itu memakai jasa Notaris Wany Thamrin SH MKn dan biaya Notaris mencapai Rp45juta. Dalam kwitansi biaya Notaris yang diberikan Wany Thamrin dengan rincian perpanjangan UWTO Rp10 juta, Penerbitan SKEP SPJ Rp15 juta, penerbitan Sertipikat Rp10 juta.
Sebelum akad kredit, Murni Liveon telah memenuhi beberapa kewajiban yang tertuang dalam surat BTN tanggal 6 April 2016 perihal Surat Penegasan Persetujuan dan Penyediaan Kredit (SP3K) yang membuat syarat-syarat untuk SP3K diatas. Syarat itu antara lain : pemohob kredit dalam hal ini Murni Liveon membayar biaya Notaris Rp550.000, Biaya APHT Rp1.350.000, Biaya penilai/Appraisal Rp350.000, Biaya Administrasi Rp500.000 dan Provisi Bank Rp 1.800.000.
Kemudian untuk pembayaran Asuransi yaitu Premi Asuransi kebakaran Rp1.279.000 dan Premi Asuransi Jiwa Rp Rp2.948.400, sehingga total yang telah dibayarkan Murni Liveon sebelum dilakukan Akad kredit sebesar Rp8.778.020.
Namun dari pembayaran biaya Notaris sebesar Rp45 juta itu, terasa ada kejanggalan. Sebab masih dikenakannya biaya sertifikad sebesar Rp10 juta dan biaya penerbitan SKEP SPJ dan biaya perpanjangan UWTO. Padahal sertifikad rumah sudah ada dari pemilik pertama Bernardus Pakpahan.
Demikian juga perpanjangan UWTO yang sebenarnya masih berlaku sampai tahun 2021 dan nantinya perpanjanganya bisa diurus sendiri tidak sampai Rp10juta. Akan adanya kejanggalan tersebut, Murni Liveon mengajukan surat ke BPN tanggal 15 Juni 2016 dan BP Batam tanggal 20 Juli 2016 untuk menanyakan perihal biaya tersebut diatas.
Badan Pertanahan Nasional membalas surat Murni Liveon tanggal 3 Agustus 2016 yang pada intinya menjelaskan, bahwa peralihan hak melalui jual beli merupakan salah satu kegiatan pemeliharaan pendaftaran tanah yang mana dalam prosesnya Tidak menerbitkan Sertifikat baru.
Kemudian disebut, untuk proses pendaftaran peralihan hakmya di Kantor Pertanahan dapat dilakukan oleh yang bersangkutan (pembeli atau dengan member kuasa kepada PPAT. Dari 4 poin surat Badan Pertanahan Nasional kantor Pertanahan Batam kepada Murni Liveon pada intinya tidak menyinggung adanya biaya disebabkan Sertifikat tidak diterbitkan lagi.
Karenanya, biaya sertifikat yang dikenakan Notaris Wany Thamrin dapat dikategorikan sebagai pungutan liar atau Pungli. Demikian juga surat dari BP Batam tanggal 23 Agustus 2016 kepada Murni Liveon menyebut, bahwa atas peralihan hak tersebut, harus dilakukan di BP Batam adalah dengan melakukan endorse balik nama gambar penetapan lokasi sesuai faktur tagihan biaya administrasi peralihan, untuk selanjutnya diterbitkan Surat perjanjian, surat keputusan dan surat rekomendasi guna pensertifikatan.
Kemudian balasan surat BP Batam itu menjelaskan, bahwa perpanjangan UWTO dapat dilakukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum masah berlaku UWTO habis dan permohonan perpanjangan UWTO dapat dillakukan pemohon (pemilik lahan/rumah) sendiri atau kuasa pemohon.
Ditemukan kejanggalan biaya yang dikenakan Notaris Wany Thamrin, akhirnya Murni Liveon mengajukan somasi kepada Notaris tersebut. Namun karena tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan/mengembalikan kelebihan biaya, akhirnya tanggal 23 September 2016 Murni Liveon melalui suaminya Pirton Hutabarat membuat laporan kepada Polresta Barelang.
Laporan bernomor LP-B/1229/IX/2016/Kepri/SPK-Polresta Barelang menyebut dugaan penipuan atau penggelapan yang terjadi 3 Mei 2016 (saat dikenakan biaya Notaris Rp45juta-red) tempat kejadian Kantor Notaris Wany Thamrin. Dari laporan Murni Liveon tersebut, pelapor telah di BAP.
Namun sebaliknya terlapor Notaris Wany Thamrin belum bisa diperiksa. Bahkan surat panggilan terakhir tanggal 20 Desember 2016 lalu, tidak dipenuhi Wany Thamrim dan surat panggilan ditolak, kendati unit 5 Reskrim Polresta barelang telah menyurati Dewan Kehormatan Notaris kepri untuk memeriksa Notaris Wany Thamrin.
Media ini sendiri saat akan dikonfirmasi kepada Wany Thamrin seputar laporan atas dirinya, tidak bersedia ditemui selain hanya menyebut melalui HP, urusannnya dengan Murni Liveon sudah selesai dan sekarang pihak BTN yang mengurusinya.
Permohonan kredit Murni Liveon kepada BTN melalui kantor pembantu Sekupang, ternyata penuh liku-liku. Tak hanya dibelit dugaan penipuan Notaris Wany Thamrin, namun sebenarnya ada dugaan BTN ikut bermain termasuk dugaan Asuransi fiktif sehingga Notaris Wany Thamrin bisa berbuat seperti itu.
Pembayaran Premi Asuransi yang telah dibayarkan sebelum akad kredit yaitu Rp1.279.620. untuk Asuransi kebakaran dan RpRp2.948.020 untuk Asuransi jiwa, juga diragukan keabsahannya. Sebab, kendati sudah akad kredit dengan BTN, namun Perjanjian Kredit maupun dokumen lainnya sebagai pegangan termasuk polis Asuransi Murni Liveon belum diberikan BTN.
Setelah didesak, akhirnya hanya polis berbentuk Scan yang diberikan oleh pegawai BTN Sekupang bagian marketing bernama Yudi yang berasal dari PT Proteksi Antar Nusa yang dikenal sebagai broker atau agen Asuransi berkantor jalan Sutan Iskandar Muda Kebayoran Lama Jakarta Selatan.
Selanjutnya, Notaris Wany Thamrin yang mengetahui dirinya dlapor ke polisi akhirnya menyepakati pengembalian Rp20juta. Namun Murni Liveon tidak puas pengembalian Rp20juta itu, akhirnya kembali Notaris Wany Thamrin menjanjikan pengembalian Rp35juta. Hanya saja pengembalian Rp35juta itu-pun sampai sekarang tidak diberikan buktinya, kendati melalui BTN.
Pengembalian itupun sesuatu yang janggal menurut Murni Liveon kenapa harus melalui BTN. BTN sendiri sampai saat ini belum memberikan bukti pengembalian Rp35juta dari Notaris Wany Thamrin dengan alasan itu rahasia bank. Hal itu dijelaskan Edo pegawai BTN Batam Centre saat ditanyakan Pirton Hutabarat yang merupakan suami Murni Liveon saat ditanyakan Kamis (19/1) 2017 lalu di kantor BTN Batam Centre.
Rumitnya berurusan dengan BTN dalam pengajuan kredit itu sejak April 2016 lalu, Murni Liveon dan suaminya kemudian menyurati BTN Batam Centre. Adapun keluhan mereka yaitu tentang tanda bukti kepesertaan Asuransi jiwa dan asuransi kebakaran melalaui broker PT Proteksi Antar Nusa. Sebab, saat ditanyakan langsung ke kantor PT Proteksi Antar Nusan di Jakarta bulan Oktober 2016 lalu, jawaban dari PT Proteksi Antar Nusa menyebut bahwa Murni Liveon tidak terdaftar. Padahal, Premi asuransi jiwa dan kebakaran telah dibayarkan sebelum akad kredit.
Dalam surat keluhan Murni Liveon tanggal 9 Januari 2017 itu memohon agar BTN cabang Batam mengasuransikan barang agunan sesuai dengan ketentuan perjanjian kredit dan menyerahkan barang bukri kepersertaan asuransi. Termasuk, berkenan memberikan salinan Perjanjian Kredit dan BTN mengembalikan uang yang diterima dari Notaris.
Sekiranyapun mau dipotong perpanjangan UWTO, maka jaminan perpanjangan UWTO adalah Rp4.356.000. (tarif resmi UWTO Rp42.000 permeter kali luas tanah 108m2) maka sisanya Rp30.464.000. Selain itu, memohon agar BTN berkenan meminjamkan bukti kepemilikan (Sertifikat), Salinan Akta Jual Beli (AJB) untuk keperluan pengurusan hak peralihan hak di BPN dan setelah selesai akan dikembalikan lagi kepada BTN Batam dan terakhir yang dimohon Murni Liveon agar BTN memberikan berita acara penyerahan dokumen.
Murni Liveon juga menyebut dalam suratnya, apabila BTN cabang Batam tidak memenuhinya, maka terpaksa menempuh upaya hukum dan mengadukannnya ke pengawas perbankan, baik kepada OJK maupun Bank Indonesia yang merupakan hak seseorang yang dilindungi undang-undang.
Saat akan dtanyakan kepada Hardi pegawai BTN yang menangani pengaduan keluahan dan permohonan Murni Liveon itu Kamis (19/1) tidak berada di ruangannya. Kemudian suami Murni Liveon yaitu Pirton Hutabarat berusaha untuk menemui langsung Kepala BTN Batam, namun beluau sibuk, dan satpan menyarankan untuk menunggu.
Tanpa diduga Agum keluar ruangannya untuk mengatar tamunya. Dalam kesempatan itu Pirton Hutabarat suami Murni Liveon menanyakan langsung tentang surat yang telah dikirimkan ke BTN Batam tanggal 9 Januari 2017 dan meminta penjelasan tentang bukti pengembalian uang Rp35 juta dari Notaris.
Jawaban dari Agum sebagai Kepala cabang BTN Batam ternyata sangat mencengangkan. Agum, menyebut, karena masalah ini sudah melebar kemana-mana, lunasi saja kredit itu, baru uang itu dikembalikan.
“Masalah ini sudah melebar kemana-mana, lunasi saja kredit itu, baru nanti uang itu dikembalikan," ujar Agum ketus.
Ketika diminta Hutabarat untuk dibicarakan sebentar di ruangannya, Agum malah memanggil anak buahnya yang bernama Edo.
Menurut penuturan penuturan Pirton Hutabarat, Edo menyebut bahwa uang itu tidak bisa dikembalikan, karena sebagai jaminan perpanjangan UWTO.
Ketika dijelaskan, bahwa pengurusan UWTO baru akan dilakukan tahun 2019 nanti karena habis masa berlaku UWTO tahun 2021 dan bisa diurus sendiri pemilik rumah, Edo sepertinya mengiyakan dan akan memberikan salinan dokumen yang diminta Murni Liveon. Bagaimana kelanjutan permasalahan ini, media ini masih akan mengikutinya.
[Ar/sidik]