Anggota Komisi I DPRD Batam dari Fraksi Hanura, Utusan Sarumaha. (Foto: Faisal/Expossidik) |
Dia mempertanyakan atas dasar apa perusahaan tersebut bisa melakukan impor limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), yang diduga masuk ke Batam dengan jumlah puluhan ton.
“Kami dapat informasi dari masyarakat, bahwasannya perusahaan yang dimaksud diduga melakukan impor limbah B3 ke Batam,” ungkap Utusan saat ditemui di Komisi I DRPD Batam, Senin (25/7/2022).
Utusan mengatakan jika informasi yang diterimanya itu benar adanya, maka dia sangat menyayangkan hal itu bisa terjadi.
Dikatakannya, setiap kegiatan usaha dimana saja diseluruh Indonesia, perusahaan wajib memiliki perizinan. Izin tidak bisa diabaikan dan mesti harus dipatuhi.
"Dari peraturan yang ada, perusahaan tidak diperbolehkan mengimpor atau memasukkan limbah B3 ke wilayah NKRI," tegasnya.
Adapun peraturan perundang-undangan yang melarang memasukkan limbah B3 tersebut, terdapat pada Pasal 29 ayat (1) huruf a dan b UU nomor 18 tahun 20008 tentang Pengelolaan Sampah dan juga Pasal 22 angka 24 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 69 ayat (1) UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Aturan yang membolehkan mengimpor limbah, khusus non B3 saja. Itu sesuai ketentuan Permendag nomor 31/M-DAG/PER/5/PER/5/2016 tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non B3,” jelasnya.
Terkait hal ini, Utusan juga mempertanyakan pengawasan dari instansi terkait dalam hal ini Bea Cukai. Kalau sampai izinnya tidak ada dan kegiatan terus berjalan, maka instansi yang berkaitan dengan hal itu patut untuk dipertanyakan.
“Kalau soal limbah B3 benar adanya, berarti ada kelalaian dari instansi terkait dalam pengawasan. Ini patut juga dipertanyakan,” kata dia.
"Kalau perizinan tidak lengkap apalagi barang yang diimpor tidak dibenarkan, maka mesti harus diproses hukum sesuai hukum yang berlaku karena terjadi sudah cukup lama," ucapnya lagi.
Selain itu, pihaknya juga akan melakukan pembahasan lintas komisi di DPRD Batam.
Dikarenakan tupoksi masing-masing, untuk memastikan perizinan yang dimiliki serta dampak dari lingkungan, oleh karena itu, hal ini akan masuk pada agenda komisi l dan lll.
“Saya kira masuk dalam agenda, kita komunikasi di lintas komisi terlebih dahulu. Ini untuk memastikan perizinan yang dimiliki dan juga dampak terhadap lingkungan, apalagi barang yang diimpor tidak dibenarkan maka mesti harus diproses sesuai hukum yang berlaku, karena terjadi sudah cukup lama, ini menjadi pelanggaran berkelanjutan,” tegasnya.
Tidak hanya limbah B3, kata Utusan, kabar yang dia terima, PT E juga diduga memiliki Tenaga Kerja Asing (TKA) yang melebihi kuota dari yang sudah diizinkan.
“Jangan sampai TKA yang dilaporkan sedikit, tetapi faktanya banyak yang dipekerjakan, kita juga minta instansi terkait memastikan jumlah TKA yang ada di sana. Tentunya ini jadi atensi kita,” pungkasnya. (Fay)