Kepala Perwakilan Ombudsman Kepulauan Riau, Lagat Parroha Patar Siadari. (Foto: Screenshot) |
Kepala Perwakilan Ombudsman Kepulauan Riau, Lagat Parroha Patar Siadari mengatakan maraknya penjualan rokok-rokok illegal yang dijual di warung-warung oleh pengecer, meskipun hanya beberapa slop saja, tetapi kalau hal itu terus dibiarkan maka potensi kerugian negara akan terus terjadi.
Oleh karenanya, jika Bea Cukai kekurangan personil untuk melakukan pengawasan dan penindakan terkait peredaran rokok tanpa cukai di warung-warung, pihaknya menyarankan supaya melibatkan stakeholder lainnya untuk membantu, seperti pihak Kepolisian maupun Satpol PP.
"Terkait permintaan itu, Kepala Bea Cukai Batam bersedia menyanggupinya untuk melakukan upaya-upaya yang perlu dan penting kedepannya agar penegakan hukum terkait rokok illegal ini bisa lebih maksimal lagi," ujar Lagat saat melakukan konferensi pers melalui Zoom Meeting, Selasa (22/3/2022).
Masih menurut Lagat, awalnya pihak Bea Cukai menolak untuk melakukan penegakan ke warung-warung karena jumlahnya yang terbilang kecil. Namun, pihaknya membantahnya. Karena jika setiap warung terus menjual rokok-rokok illegal secara masif, maka potensi kerugian negara dari rokok tanpa cukai sangatlah besar.
"Misalkan ada 500 warung menjual rokok illegal sebanyak 2 slop hingga 3 slop, bayangkan berapa kerugian negara dari aksi itu," tegasnya.
"Rokok yang membayar cukai tidak terjual, sehingga penerimaan negara tidak ada. Sementara, penerimaan negara dari penjualan rokok illegal itu tidak ada," ucapnya lagi.
Selanjutnya Lagat mengatakan, penerimaan negara dari sejumlah kewenangan yang dimiliki oleh Bea Cukai sampai dengan Triwulan I ini telah mencapai Rp 284 milyar.
"Kami rasa jumlah yang didapat cukup besar. Mudah-mudah bisa mencapai target Rp 1.1 Triliun sampai akhir 2022," harapnya.
Maka dari itu, pihaknya menyarankan kepada para peneliti untuk melakukan monitoring terkait pertemuan hari ini, apakah nanti Bea Cukai melakukan koordinasi dengan stakeholder lainnya untuk melakukan pengawasan dan penegakan rokok illegal di Batam.
Lanjutnya, Ombudsman akan melihat komitmen daripada Bea Cukai, apakah melakukan pengawasan sampai ke pengecer dengan melibatkan stakeholder lainnya.
Kenapa hal itu harus dilakukan? Dengan tegas Lagat mengatakan hal ini sebagai sebuah shock terapy kepada masyarakat terutama pengecer, untuk tidak lagi berani menjual rokok-rokok illegal diwarungnya, dan Bea Cukai berjanji akan lebih intensif lagi melakukan pengawasannya.
"Nanti kita lihatlah mereka (Bea Cukai) serius apa tidak. Jangan sampai pertemuan hari tidak mereka tindak lanjuti," ucap Lagat dengan tegas.
Sebelumnya Lagat pernah mengatakan, penyimpangan yang terjadi atas peredaran rokok ilegal merupakan kategori perbuatan melawan hukum (PMH) oleh distributor maupun pengecer. Dia mengatakan ada sanksi hukum bagi penjual, pengedar dan juga pemakainya.
Sanksi hukum itu sangat jelas tertuang di Pasal 54 Undang-undang No 39 Tahun 2007 tentang Cukai menyebutkan, menawarkan atau menjual rokok polos atau rokok tanpa cukai terancam pidana penjara 1 sampai 5 tahun, dan/atau pidana denda 2 sampai 10 kali nilai cukai yang harus dibayar.
"Jadi seharusnya Bea Cukai Batam melaksanakan secara tegas dan konsisten dalam melakukan penegakan hukum," ujar Lagat, Rabu (16/3/2022) lalu.
Masih menurut Lagat, Bea Cukai dapat melibatkan lembaga lain dengan membentuk tim pemberantasan peredaran rokok ilegal tersebut, diantaranya Satpol PP, Kepolisian, Kejaksaan, Kodim dan Disperindag.
Ombudsman berharap kasus-kasus peredaran rokok ilegal tanpa cukai ini di Kepri dapat segera diatasi karena negara akan mengalami kerugian yang terus akan membesar kalau penegakan hukum tidak berjalan.
Semoga Bea Cukai dapat menjalankan tugas dan fungsinya dalam memberantas dan melakukan langkah-langkah pencegahan peredaran rokok ilegal ini.
"Ombudsman Perwakilan Kepri akan terus memantau upaya-upaya yang akan dilakukan," pungkasnya. (Fay)