Tampak aktivitas pematangan lahan hutan di belakang kawasan Panbil diduga tak miliki izin cut and fill. (Foto: Exp) |
Batam, expossidik.com: Pembukaan lahan atau pematangan lahan yang dilakukan oleh PT Papan Jaya (Panbil Grup) yang berada dekat dengan Hutan Konservasi (HK) sekaligus juga merupakan Daerah Tangkapan Air (DTA) Waduk Duriankang, Se Beduk, Batam diduga tak mengantongi izin Cut and Fill.
Hal ini diungkapkan oleh, Perkumpulan Akar Bhumi Indonesia (ABI), Soni Riyanto kepada awak media, Sabtu (31/7/2021) malam.
"Keberadaan hutan di sekitar Waduk Duriangkang ini sangat vital, pasalnya ini merupakan wilayah DTA. Mengingat sumber daya air di Batam hanya mengandalkan curah hujan," ungkap Soni.
Menurutnya, jika kawasan hutan ini rusak oleh aktivitas pembangunan yang tidak memperhatikan dampak lingkungan maka akan mempersempit DTA untuk waduk tersebut.
"Dampaknya itu seperti berkurangnya debit air Waduk Duriangkang dan sendimentasi yang diakibatkan dari pemotongan bukit tersebut. Padahal Waduk Duriangkang itu jantungnya Kota Batam. Apabila air di sana sudah bermasalah maka akan menjadi bencana besar bagi masyarakat kota Batam yang mana kita tahu Waduk ini menyuplai 70 persen kebutuhan air di Kota Batam,'' jelasnya.
Untuk itu, ABI meminta pihak pemerintah atau pihak terkait untuk meninjau ulang kembali kajian analisa dampak lingkungan akibat dari proses pengerjaan proyek tersebut.
"Apabila perlu aktivitas pengerjaan proyek ini kita minta untuk dihentikan dulu sementara sampai kajian analisa dampak lingkungannya rangkum dibahas," tegasnya.
Selain itu, kata dia, akibat dari pembangunan pengerjaan proyek ini pada saat musim hujan atau ketika curah hujan yang lebat di Kota Batam sangat berdampak pada kondisi Waduk Duriankang yang menjadi sangat keruh dan dikhawatirkan mempengaruhi air Waduk tersebut.
"Untuk itu, kita minta tolong juga kepada seluruh pemangku kepentingan di Kota Batam untuk sangat memperhatikan masalah ini, pasalnya ini menyangkut hajat orang banyak," ucap Soni.
Akses jalan menuju proyek pematangan lahan dari kawasan industri Panbil. (Foto: Exp) |
Menanggapi hal ini, Founder ABI, Hendrik Hermawan mengatakan, sayang disayangkan sekali perusahaan sekelas Panbil Grup ditengarai melakukan proses pembangunan yang tidak sesuai dengan prosedural dan memberikan efek lingkungan di tengah krisis air yang melanda Kota Batam.
"Di tengah krisis air yang melanda di Kota Batam sejak tahun 2014 seharusnya kebijakan itu lebih memperioritaskan untuk ketahanan air," bebernya.
Selain itu, kata dia, berdasarkan data yang pihaknya terima dari Biro Air BP Batam kebutuhan air di Batam per detiknya itu sebanyak 3.600 liter per detik.
Akan tetapi, sekarang kemampuannya hanya bisa menyalurkan 3.200 liter per detik. Menurutnya, standar kehidupan di Kota Batam untuk mendapatkan air masih minus 400 liter per detik, sehingga sampai saat ini masih melakukan rasioning air.
"Kalau dibiarkan begini terus ditambah lagi dengan pertumbuhan penduduk di Kota Batam bukan tidak mungkin lagi Batam akan mengalami krisis air yang menyengsarakan. Hak dasar manusia atas air yaitu sebesar 60 liter per orang setiap harinya. 70 persen untuk kebutuhan rumah tangga (Masyarakat) dan 30 persen untuk bidang usaha dan lain-lain," jelasnya. (Exp)