![]() |
Proyek perluasan lahan di kawasan Panbil, Sei Beduk, Batam yang diduga tidak memiliki izin dan juga area yang masuk dalam Hutan Konservasi (HK). (Foto: Exp) |
Batam, expossidik.com: Perkumpulan Akar Bhumi Indonesia (ABI) mendesak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam untuk segera menghentikan proyek perluasan lahan di kawasan Panbil, Sei Beduk, Batam yang diduga tidak memiliki izin dan juga area yang masuk dalam Hutan Konservasi (HK).
Hal ini diungkapkan oleh Founder ABI, Hendrik Hermawan kepada awak media, Kamis (5/8/21).
"Kita meminta pihak DLH Kota Batam untuk segera menghentikan kegiatan pengerjaan proyek ini. Apabila lahan ini dijadikan industri sangat berbahaya buat Waduk Muka Kuning dan Duriankang," tegasnya.
Kata dia, saat ini apakah DLH Batam mau melakukan penghentian tersebut? Menurutnya, selama ini apabila kasus-kasus yang mengenai kerusakan hutan selalu diopinikan sebagai tugas dari DLHK Kepri.
Padahal, kata dia, DLH Batam bisa langsung mengambil tindakan dari segi kerusakan lingkungannya.
"Bahkan, Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPHL) dapat dipidanakan jika dia tidak melakukan tindakan," ungkapnya.
Selain itu, kata dia, pihaknya juga sempat menanyakan kepada DLH Kota Batam terkait izin-izin apa saja yang sudah diterbitkan diatas lahan tersebut, akan tetapi pihak DLH Kota Batam menjawab semua perizinan tersebut sudah ada di BP Batam.
"Walaupun izinnya ada di BP Batam sebaiknya DLH Batam menghentikan sementara kegiatan di lapangan, tapi apa bisa? Sampai saat ini kami masih bingung bagaimana kajian lingkungannya sehingga pengusaha bisa melakukan aktivitas pematangan lahan di sana," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Perlindungan Lingkungan Hidup DLH Batam, IP ketika dikonfirmasi mengatakan, kegiatan tersebut telah memiliki izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan (IUPJL) dari KLHK, Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL).
"Karena untuk kegiatan hutan wisata, agar dapat berkoordinasi degan instansi yang memiliki kewenangan di hutan," jelasnya.
Sementara itu, Soni Riyanto dari ABI menanyakan, atas dasar apa pengalihan status Hutan Konservasi menjadi kawasan industri. Apakah kajian dampak lingkungannya sudah ada? Meskipun izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan (IUPJL)
"Seharusnya kajiannya harus lebih terbuka kepada publik karena ini menyangkut kawasan hutan dan daerah tangkapan air (DTA) waduk Duriangkang," ujarnya.
Selanjutnya, kata dia, mengenai Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) apakah dari instansi terkait benar-benar memantau kegiatan pengalih fungsi kawasan hutan tersebut.
"Disini banyak kita temui kejanggalan tentang alih fungsi kawasan hutan masalahnya pihak terkait dari instansi pemerintah untuk masuk kawasan tersebut sangat susah, bahkan sampai sekarang kami minta pendampingan dari pihak instansi terkait untuk melakukan peninjauan lokasi belum dapat ijin masuk kawasan tersebut. Jadi siapa yang tuan rumah pengusaha atau pemangku kawasan tersebut?," Jelasnya.
Terpisah, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kepri, Decky ketika dikonfirmasi awak media, Selasa (3/8/2021) mengatakan bahwa lahan itu berada di luar kawasan Hutan Konservasi meskipun berbatasan langsung.
"Lokasi itu memang masih diluar kawasan hutan konservasi, area tersebut statusnya putih dan itu masih di PL-nya mereka," jelasnya. (Exp)