Mangrove di Patam Lestari, Sekupang, Kota Batam ditimbun untuk dijadikan Kavling. (Foto: Exp) |
Namun, fakta dilapangkan, aktifitas penimbunan Mangrove yang hendak dijadikan Kavling siap Bangun (KSB) itu tetap berlanjut hingga sampai saat ini.
Kabid Perlindungan Lingkungan Hidup DLH Kota Batam, IP mengaku bahwa kasus penimbunan Mangrove itu sudah ditangani oleh pihaknya sejak bulan Januari 2021 lalu.
"Sejak bulan Januari sudah kita tangani kasus ini. Bahkan kita sudah menghentikan aktivitas tersebut lewat surat penghentian yang dikeluarkan pada tanggal 23 Februari 2021 lalu," ungkap IP saat dikonfirmasi, Jumat (2/4/2021).
Selanjutnya, kata dia, pada tanggal 8 Maret 2021 lalu pihaknya juga telah menyurati DLHK Provinsi Kepri untuk menangani kasus tersebut karena yang ditimbun oleh aktivitas ini adalah manggrove.
"Awal maret, kasus tersebut sudah kita koordinasikan dan dilimpahkan ke DLHK Provinsi Kepri mengingat kasus ini merupakan kewenangan Provinsi," tegasnya.
Seperti yang dikutip dari situs pemberitaan, https://gwindonesia.com/2021/04/01/pelaksana-perluasan-kampung-tua-patam-lestari-telah-sesuai-prosedur/.
Dalam berita tersebut, Firmansyah selaku tokoh pemuda Patam Lestari mengatakan, berdasarkan hasil Pemetaan overlay terhadap fungsi kawasan hutan diperoleh bahwa lahan kampung tua patam lestari seluas 4 Ha Areal Penggunaan Lahan ( APL ) yang dikeluarkan pada 8 juni 2017, no 007/SPT/KPHL – BTM/VI/2017 yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan KPHL Unit II Batam.
menanggapi hal tersebut, IP menegaskan bahwa pihaknya tidak ada mengeluarkan surat apapun terkait aktifitas penimbunan dan DLH Kota Batam hanya mengeluarkan surat penghentian penimbunan saja.
"DLH Kota Batam hanya memberikan surat penghentian saja. Terimakasih," tegasnya.
Terpisah, Hendrik dari Akar Bhumi Indonesia mengatakan, sudah sangat jelas aktivitas penimbunan ini tidak memiliki analisis dampak lingkungan (AMDAL) dalam pengerjaan proyek tersebut.
"Jelas ini (penimbunan) tidak memiliki AMDAL dan hal ini juga telah melanggar pasal 25 UU No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup," tegasnya.
Kata dia, hal ini tidak boleh dibiarkan secara terus menerus dan harus ditindak tegas oleh aparat penegak hukum.
"Kita meminta ini diusut secara tuntas, bila perlu aparat penegak hukum juga langsung menangani permasalahan ini. Ke depan kita juga akan melaporkan kasus ini ke Gakkum KLHK Indonesia," kata dia.
Sementara itu, Soni Riyanto dari Akar Bhumi Indonesia mengatakan, mestinya KPHL ll Batam sebagai perpanjangan tangan DLHK provinsi harusnya tidak hanya mengawasi area hutan saja.
Meskipun lokasi penimbunan itu di luar area hutan lindung, akan tetapi area tersebut merupakan area ekosistim manggrove, kawasan yang dilindungi.
"Secara existingnya jelas sekali itu ada masalah dan mungkin saja kejahatan. Kalau tidak maka DLH kota Batam tidak akan menghentikan pekerjaan penimbunan di kawasan mangrove di patam lestari," ujarnya.
Soni mengaku, pihaknya belum begitu mengetahui apa penyebab kasus ini dilimpahkan oleh DLH batam ke DLHK Provinsi Kepri, apakah karna tidak memiliki PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) atau karna ini menyangkut kewenangan DLHK Provinsi Kepri.
"Yang kita perlu tahu bawa DLH kota Batam, DLHK Provinsi Kepri, KPHL unit II Batam adalah bagian dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI) yang mestinya bekerjasama untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan di kota batam," ungkapnya.
Soni juga menyangkan atas sikap pengembang proyek penimbunan lahan tersebut yang tetap membandel beroperasi meskipun sudah mendapatkan surat penghentian kegiatan oleh DLH Kota Batam.
"Bukankah pihak pelaksana proyek diminta DLH Kota Batam untuk berhenti? Kenapa mesti membandel serta butuh teguran lebih keras dan kencang?, kita kembali dihadapkan dengan warga yang seolah diuntungkan dengan kerusakan lingkungan secara terselubung mirip dengan kasus penimbunan berdalih SMK 9 Batam dan penimbunan di kavling Sei. Daun Tanjung Piayu, Batam," pungkasnya. (Exp)