BATAM I EXPOSSIDIK.COM - Sengketa lahan antara PT Franindo Internasional dan PT Nusa Persada Alpena di kampung Tiangwangkang Kelurahan Tembesi Kecamatan Sagulung Batam sudah divonis November 2015 lalu.
Sengketa kepemilikan lahan itu dimenangkan PT Franindo Internasional yang mengharuskan PT Nusa Persada Alpena harus mengosongkan lahan. Namun baru hari Rabu (31/8) 2016 itu bisa dilakukan eksekusi yang diwarnai kericuhan dimana puluhan karyawan seakan tidak rela eksekusi dilakukan hari itu.
Tenggang waktu vonis sebenarnya sudah cukup lama yang mewajibkan PT Nusa Persada harus mengosongkan lahan tersebut.
Ekseskusi yang dilakukan juru sita Pengadilan Negeri Batam Rabu (31/8) awalnya berjalan lancar dengan pembacaan dasar eksekusi oleh Basia Ginting. Ekseskusi itu sendiri diawal aparat kepolisian dan Polisi Miter TNI Angkatan Laut (Pomal) mendampingi juru sita Pengadilan Negeri Batam dan kuasa hukum PT Franindo Internasional Charles Lumbanbatu SH dan Asistennya Arie Banjarnahor SH.
Selesai pembacaan dasar eksekusi, Kuasa hukum PT Nusa Persada Ivan Barichsanuddin SH mempertanyakan kepada juru sita tentang batas-batas lahan dari PT Franindo Internasional. Tiba-tiba datang seseorang menjelaskan ditengah perdebatan kuasa hukum PT Nusa Persada dengan juru sita menjelaskan, bahwa lahan PT Franindo Internasional bukan di lokasi yang di eksekusi itu, melainkan disana, seraya menunjuk ke sebelah timurnya.
Namun wakil panitera perdata dari Pengadilan Negeri Batam meyakinkan, jika nantinya eksekusi yang dilakukan salah dan PT Nusa Persada menemukan bukti baru, bangunan yang dirobohkan akan dibangun utuh kembali seperti semula. Hanya saja, agaknya Anton maupun kuasa hukumnya belum menerima eksekusi hari itu. Berkali-kali juga wakil panitera meyakinkan, jika PT Nusa Persada nantinya banding atau kasasi dia sendiri yang akan mengirim kasasi itu ke Mahkamah Agung.
Anton Alpine pimpinan PT Nusa Persada dan pengelola lahan sengketa itu kemudian beranjak ke salah satu bangunan yang merupakan tempat tinggal di sengketa lahan tersebut yang terkesan tidak mau pindah kendati sudah kalang di pengadilan. Juru sita kemudian meminta Anto untuk membuka gerbang agar ekseskusi dapat segera dilaksanakan.
Namun agaknya Anton tak juga membuka gerbang, sementara puluhan karyawan berteriak-teriak bahwa mereka hidup dari pekerjaan disitu dan jika lahan itu digusur kemana mereka bekerja dan berteduh. Sebagai catatan, lahan sengketa yang dikelola PT Nusa Persada itu berdiri kilang kayu dan pembuatan batu bata yang memperkejakan ratusan karyawan.
Bahkan ada yang tinggal suami-isteri dengan menempati bangunan berderet. Sekilas memang terlihat tidak manusiawi jika melihat ratusan karyawan yang menggantungkan kehidupannya bekerja di lahan sengketa tersebut.
“Waktu sudah cukup lama diberikan Pengadilan Negeri Batam hamper setahun, seharusnya pimpinan PT Nusa Persada sudah mempersiapkan kepindahannya. Bahkan tiga hari lalu, masih dibuat lagi bangunan baru”, ujar Mustafa Jafar SH panitera perdata Pengadilan Negeri Batam yang diamini Basia Ginting sore harinya.
Di tengah mulai turunnya hujan gerimis, sementara Anton sepertinya tidak mau membuka pintu gerbang, akhirnya juru sita memutuskan untuk membuka paksa dengan menggunakan alat berat. Puluhan karyawan berteriak agar jalan dilakukan pembongkaran dengan memasang badan sebagai tameng hidup di depan gerbang.
Hujan yang mulai turun dimana puluhan karyawan bahkan sampai anak-anak dibawa berdiri didepan gerbang menghalangi pembongkaran gerbang. Petugas kepolisian dan POMAL kemudian mengamankan puluhan karyawan tersebut kendati disertai isak tangis. Setelah steril dari depan gerbang alat berat (Belco) kemudian merubuhkan gerbang utama disertai teriakan histeris dari puluhan karyawan.
Di tengah eksekusi berlangsung, ada beberapa karyawan berlari histeris membawa broti seakan mengancam. Namun aparat keamanan tidak terpancing dengan tenang tidak melayaninya provokasi yang dilakukan karyawan, melainkan menyarankan untuk meletakkan broti-broti di tangan mereka.
Kendati eksekusi terbilang sedikit ricuh, namun aparat keamanan seperti kepolisian dan POMAL bertindak sangat tenang tidak terpancing. Tidak ada terdengar letusan ataupun gas air mata, kendati ada sebagian aparat kelpolisian membawa gas air mata. Pembongkaran berlanjut ke bangunan lainnya hingga pembongkaran alat-alat sawmill seperti gergaji selendang.
Pembongkaran dilakukan sampai pukul 18.30 yang kabarnya dilanjutkan esok harinya. Namun dari berlarutnya pembongkaran atau ekseskusi lahan yang sudah dimenangkan PT Franinda Internasional itu, Anton sebagai pihak yang kalah dari sengketa lahan sepertinya membohongi karyawannya bahwa seakan-akan pihaknya yang memenangkan perkara sehingga karyawannya tidak pernah diberitahukan bahwa lahan itu akan dieksekusi.
Sehingga karyawannya bertahan dan cenderung dijadikan tameng hidup. Untungnya, aparat keamanan tidak terpancing dengan manuver Anton itu sehingga penggusuran berjalan lancar kendati diwarnai kericuhan karyawan Anton.
[arifin]