Afthar Fallahzis selaku Kasi Publikasi BP Batam (Dokumen/Sidik)
BATAM, EKSPOSSIDIK.COM – Sistem pengalokasian lahan oleh BP Batam, hingga saat ini banyak menimbulkan polemic yang tidak berujung. Ada lahan yang sudah dialokasikan oleh BP Batam, tapi berujung di klaim masyarakat, karena merasa lahan tersebut adalah miliknya dan merupakan lahan garapan.
Ada juga masyarakat atau perusahaan yang sudah di beri lahan, namun tidak juga di bangun. Tapi, hanya di jadikan proyek. Lalu, apa yang salah dengan system pengalokasian lahan oleh BP Batam ini?
Afthar Fallahzis selaku Kasi Publikasi BP Batam menuturkan pada ekspossidik di ruang kerjanya (29/10) bahwa fakta sebenarnya adalah, apa yang diklaim masyarakat itu dahulunya sudah dilakukan pembayaran ganti rugi oleh tim evaluasi.
Tetapi, walaupun sudah diganti rugi, ada saja masyarakat yang mencoba menggarapnya kembali yang kemudian di hibahkan atau di jual dan di klaim sebagai lahan garapan mereka.
Hal itu berlangsung terus menerus dan orangnya itu-itu saja, ucapnya.
Dia pun mencontohkan pada saat rumah liar (Ruli- ed) yang akan di gusur, pihak BP Batam ketika itu memberikan kapling pengganti atas rumah mereka. Tapi, lagi-lagi, setelah kapling tersebut di berikan bukannya di bangun, malah di jual pada orang lain.
Lebih parah lagi, terang Afthar Fallahzis, mereka membuat ruli baru di tempat yang berbeda. Perilaku seperti ini sudah terjadi berulang kali. Karenanya, atas fenomena ini, BP Batam tidak mau membiarkan hal ini terjadi. Terlebih, saat KTP sekarang sudah online.
Pihak BP Batam, terangnya, tidak hanya pokus pada satu item ini saja, tapi melakukan perbaikan di berbagai sector, termasuk soal pengurusan perijinan. Jadi, kenapa pengurusan WTO menjadi lambat, karena BP Batam sedang melakukan evaluasi serta menggodok SOP perijinan lahan. Mengingat, selama ini, hal tersebut belum di laksanakan secara optimal.
“Jadi, inilah yang menyebabkan lambatnya proses pengurusan ijin-ijin tersebut,” paparnya.
“Mudah-mudahan, di Tahun 2016 nanti BP Batam sudah menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP-red) sehingga, segala pengurusanperijinan sudah bias terukur dan cepat. Inilah yang diarahkan Kepala BP Batam, Mustafa Wijaya dengan membentuk tim evaluasi,” ujarnya.
Selain itu, menyangkut adanya alokasi lahan yang tidak di bangun oleh pemohon sampai habis masa berlakunya UWTO, maka pihak BP Batam melalui tim evaluasi tidak akan memberikan perpajangan ijin lagi. Malah, melalui tim evaluasi pihak BP Batam akan mencabut ijin tersebut.
Hal ini dilakukan agar menjadi contoh. Dan, dalam hal ini BP Batam tidak akan main-main. Karena, seharusnya penerima alokasi lahan tersebut membangunya, bukan untuk dijadikan proyek.
Sementara, untuk alokasi lahan yang hanya di manfaatkan separuh dari lahan yang mereka terima, maka tentunya tim evaluasi akan meninjau ulang proses perpanjanghan UWTO. Apalagi, bila ingin nambah lahan, tidak akan di beri.
“Intinya, bila alokasi lahan yang di berikan tersebut tidak di bangun secara maksimal, maka mau tidak mau atau suka tidak suka di evaluasi lagi,” jelasnya.
Terkait adanya somasi dari Perusahaan PT BME melalui Law Office Tokan & Partners atas lahan yang di klaim merupakan tanah garapan seluas 15,4 Hektar di Jalan Trans Barelang, Tembesi, Afthar Fallahzis panggilan akrab Lala, enggan untuk berkomentar banyak.
Menurutnya, pihak BP Batam telah mencoba mencari solusi terbaik dengan PT BME ketika itu, dengan memberikan lahan pengganti seluas 2 Hektar. Tapi, jika masih saja menggugat BP Batam, maka hal tersebut terpulang kepada mereka. “Intinya, kami (BP Batam-red) siap menerima apa pun itu,” tambanya mengakhiri. (Ag/Sidik)