[caption id="attachment_63" align="alignnone" width="287"] Saksi Ahli Prof. Yahya Harahap[/caption]
Batam, ekspossidik.com - Kuasa Hukum terdakwa Yandi, Hermanato Barus kembali menghadirkan saksi ahli yang meringankan yakni saksi ahli pidana, Yahya Harahap juga saksi ahli perdata dan perbankan, Dr. Sentosa Sembiring.
Dalam persidangan, Hermanto Barus melontarkan pertanyaan terhadap saksi pidana Prof. Yahya Harahap terkait sangkaan orang melakukan dugaan penipuan kepada orang lain. Prof. Yahya Harahap menjawab pertanyaan yang diajukan kuasa hukum terdakwa Yandi, menjelaskan dalam hukum pidana seorang terdakwa yang melakukan penipuan itu ada unsur-unsur pidana yang diatur di pasal 378 KUHP.
Tentang penipuan unsur -unsur pokok itu adalah unsur objektif dan unsur subjektif. Dimana, unsur objektif menjelaskan bahwa perbuatan menggerakkan atau membujuk atau yang digerakkan orang dengan perbuatan tersebut bertujuan agar orang lain menyerahkan suatu benda dan orang lain memberi hutang dan orang lain menghapus piutang. Atau menggerakkan orang dengan memakai nama palsu atau tipu muslihat, martabat palsu,dan rangka kecolongan.
Sedangkan unsur-unsur subjektif menjelaskan bahwa menguntungkan diri sendiri dengan orang lain dan melawan hukum. Jika unsur -unsur tersebut tidak terpenuhi atau hanya sebagian saja yang terpenuhi, maka orang tersebut saja bisa di sangkakan melakukan penipuan dan pembuktian unsur -unsur itu harus dilakukan di persidangan. Dan, baru bisa dibuktikan adanya penipuan, terang M. Yahya Jarahan.
Hermanto Barus selaku kuasa hukum terdakwa Yandi kembali melontarkan pertanyaan kepada saksi ahli pidana M. Yahya Harahap terkait cek kosong yang dilaporkan 27 nasabah yang menjadi pidana. Yahya Harahap menjawab bahwa UU no 13 tahun 1964 menyebutkan tentang pidana cek kosong, namun pada tahun, 1971 UU no 16 mencabut pidana cek kosong dan terhitung sejak itu. Jika ada cek kosong maka tidak lagi menjadi pidana cek kosong karena lingkungan hukumnya dikembalikan ke UU perdata.
Namun dalam perkembangan, kemudian muncul cek kosong yang merugikan masyarakat bisnis di Indonesia, maka Mahkamah Agung (MA-red) mengkonstruksikan putusan MA pada tahun 1989. Jika suatu cek ditarik terbukti tidak ada dana (cek kosong-red) maka itu termasuk tindak pidana penipuan sebagaimana yang dipakai dalam pasal 378. Artinya, cek kosong tidak serta merta di pidanakan, sebelum semua unsur terpenuhi.
Hal itu berdasarkan pasal 378 KUHP dan harus memenuhi tiga unsur. Pasal 378 diklasifikasi sebagai tindak pidana penipuan di tambah apabila pelaku menarik cek, dimana pada saat penarikan pelaku tahu dan mengerti tidak ada dana dalam cek, jelas Yahya di persidangan.
Selanjutnya, Hermanto Barus kembali bertanya terkait alat bukti sesuai pasal 183 dan 184. Dimana, batas minimalnya harus mempunyai dua alat bukti yang terpenuhi dalam pidana seperti apa? Karena dalam persidangan sebelumnya saksi Cely mengaku tidak pernah ada melakukan bujuk rayu terhadap nasabah untuk mendapatkan investor. Yang artinya unsur pasal 378 tidak terpenuhi.
Menurut Yahya Harahap, terkait kaitan kasus perdata dan pidana Yahya menyebut konsep prejudice casial dimana dalam pasal 378 tidak ada satu ketentuan yang menyatakan tunda kasus pidana sampai perdata selesai. Mengenai surat kuasa, Yahya Harahap menyebut bahwa surat kuasa menjadi tanggung jawab pemberi kuasa, yang prinsip adanya sepanjang penerima kuasa melakukan perbuatan sesuai yang terhitung dalam surat kuasa maka pertanggungjawaban menjadi tanggung jawab pemberi kuasa.
Sementara itu, saksi ahli perdata dan perbankan Sentosa Sembiring saat menjawab kuasa hukum terdakwa Yandi mengenai dasar hukum cek dapat berdiri sendiri karena cek berasal dari surat perjanjian? Sentosa Sembiringpun mengatakan bahwa kalau sudah ada perjanjian maka perjanjian itu menjadi pegangan para pihak.
“Saya katakan bisa. Dan kalau sudah ada perjanjian maka perjanjian itulah yang menjadi pegangan para pihak. Sementara mengenai cek tidak bisa berdiri sendiri, melainkan adanya latar belakang,” terangnya di persidangan.
Sidang terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan di PT. Brent Securities, Yandi Suratna Gondoprawiro di pimpin Hakim Ketua Majelis Syahrial Harahap didampingi anggota majelis hakim, Alfian dan Juli Handayani dengan jaksa penuntut umum (JPU-red), Ridho, Pofrijal dan Bani (alfred/sidik)