[caption id="attachment_294" align="alignleft" width="180"] Didi Supriyanto SH dan R Ahmad Waluya selaku kuasa hukum BCS Mall (8/10) bertempat di ruang Bayleaf iHotel Batam saat klarifikasi (Alfred/Ekspossidik.com)[/caption]
BATAM, EKSPOSSIDIK.COM-Adanya pemberitaan di media online, seputar penipuan dan penggelapan oleh BCS terhadap Conty Candra ternyata membuat gerah pemegang saham.
Untuk menjaga image baik maka Po Hong dan Ardi Santoso Tan selaku bos BCS Mall melalui kuasa hukumnya Didi Supriyanto SH dan R Ahmad Waluya (8/10) bertempat di ruang Bayleaf iHotel Batam mengundang rekan pers guna mengklarifikasi agar berita yang di sajikan bisa berimbang.
Dalam acara itu, Didi Supriyanto menjelaskan bahwa Conti Chandra yang melaporkan kliennya merupakan salah satu pendiri dan pemegang saham pada PT. Lubuk Sumber Jaya (LSJ-red) yang mengelola Batam City Square (BCS Mall). Melalui akta jual beli saham yang di tunjukkan pada Amok group, Didi Supriyanto menyebut Conti Chandra sudah menjual seluruh kepemilikan sahamnya. Yakni 1.200 lembar saham atau 12 persen saham pada PT. LSJ tertanggal 08 Agustus 2007.
Saham tersebut, terangnya, di jual kepada Herman dkk. Termasuk dalam surat tersebut dinyatakan pengunduran dirinya tertanggal 18 Maret 2007. Jadi, sejak saat itu Conti Chandra sudah bukan lagi sebagai pengelola/pengurus PT. LSJ, BCS Mall.
“Tertanggal 8 Agustus 2007, seluruh saham Conti di jual ke Herman dkk, sehingga dia tidak sebagai pengelola dan pengurus BCS lagi. Masak sudah tidak jadi pengurus masih meminta bonus tersebut,” ucap Didi Supriyanto sambil menunjukkan akta jual beli saham.
“Kalau pun ini benar, 1 persen dari laba bersih dari tahun 2005 sampai 2007. Artinya hasil yang di bagi cuma sekitar 2 jutaan saja, kenapa harus berurusan seperti ini,” pungkasnya.
Hal ini berbeda dengan dugaan penipuan dan pengelapan yang dilaporkan Conti Chandra yang menyebut kerugian yang di deritanya mencapai 20 milyaran.
Didi mengunkapkan bahwa bila memang keputusan pemegang saham itu benar ada, maka hak yang di timbulkan adalah hak keperdataan, bukan pidana.
Dasar objek hukum yang di pakai Conti Chandra dengan surat keputusan pemegang saham PT. LSJ tanggal 20 April 2004 menurut Didi surat tersebut baru di munculkan oleh Conti Chandra sekitar bulan Juli 2014. Artinya, ada rentang waktu10 tahun, surat ini baru muncul. “Klien kami dan saksi yang diperiksa baru tahu ada surat itu, saat menjalani pemeriksaan di Mabes Polri,” terangnya.
Selain itu, tambah Didi, surat tersebut tidak berdasarkan rapat umum pemegang saham (RUPS-red). Hal ini di buktikan dengan tidak ada tanda tangan para pemegang saham.
Selanjutnya, papar Didi, terkait dengan status klienya yang disebut sudah menjadi tersangka dia menegaskan bahwa kliennya belum pernah di tetapkan sebagai tersangka. “Jadi untuk wartawan ketahui bahwa hingga kini, klien saya belum pernah di tetapkan sebagai tersangka, tapi hanya di periksa sebagai saksi. Kalau ada pihak yang menyebutnya tersangka, berarti dia lebih tahu dan lebih tinggi dari kepolisian” bebernya.
Didi Supriyanto berharap segera ada kepastian hukum terhadap kliennya. Jika memang bisa di teruskan, agar secepatnya di sidangkan. Tapi, jika memang tidak cukup bukti agar segera di keluarkan SP3 (Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan-red).
“Laporan ini sudah berjalan selama 2 tahunan yaitu sejak tanggal 27 September 2014 lalu dan pihak kepolisian Mabes Polri sudah memeriksa 11 saksi,” terangnya.
Sementara Conti Chandra melalui kuasa hukumnya mengatakan bahwa surat keputusan yang di tandatangani Po Hong dan Ardi Santoso tidak lajim atau palsu. “Kita lihat saja hasil dari labfor nanti, masa Po Hong dan Ardi Santoso tidak mengakui tanda tangan di dalam surat keputusan saham, kan aneh,” jelasnya.
Padahal, tambahnya, surat itu di tandatangani setelah ada RUPS. “Kalau nantinya tandatangan Po Hong dan Ardi Santoso, atas hasil labfor adalah identik asli maka besar kemungkinan Mabes Polri akan menetapkannya jadi tersangka. Kita tunggu saja perkembangannya nanti. (Al/Sidik)